Beato Josaphat Chichkov AA (1884-1951) : Imam Multi Talenta, Korban Komunis

258
Beato Josaphat Chichkov A.A, Beato Pavel Djidjov AA, dan Beato Josaphat Kamen Vitchev A.A
[vatican.va]

HIDUPKATOLIK.com – “Saya berharap, jangan sampai kita lupa untuk tetap hidup suci karena yang utama adalah bersama Allah, yang lain tambahan saja,” ujar Beato Josaphat Chichkov suatu hari.

Umat Katolik Bulgaria mengenalnya sebagai imam dengan sejuta aktivitas. Saat menjadi imam muda Pastor Josaphat Chichkov AA diberi tanggungjawab sebagai pengajar di dua sekolah sekaligus. Pada waktu bersamaan, ia juga bertugas sebagai rektor seminari menengah. Selain itu, ia juga bertugas sebagai pastor paroki. Dikarenakan ada umat Katolik Bulgaria yang waktu itu masih menggunakan bahasa Latin dalam liturgi, maka ia juga bertugas mendampingi mereka.

Aneka tugas inilah yang menjadikan Pastor Chichkov dijuluki imam multi talenta. Julukan ini setidaknya dikatakan oleh St Yohanes Paulus II dalam Misa beatifikasi Pastor Chichkov pada 26 Mei 2002. Setiap pekerjaan yang diembankan kepadanya diselesaikan dengan baik dan ia tidak mengeluh. “Pastor Chichkov adalah pribadi yang humoris, pandai dalam berkotbah, dan piawai bermain musik. Ia adalah contoh gembala ideal zaman ini,” ujar Paus asal Polandia itu.

Di akhir hidupnya, Pastor Chichkov menjadi martir karena kekejaman milisi komunis Bulgaria. Mereka terancam karena kotbah-kotbahnya. Tulisan-tulisannya mampu membuat orang bertobat dan percaya kepada Tuhan. Ia menjadi imam muda yang rela ditembak, asal pesan Injil dapat mendarat dengan baik di Bulgaria.

Pastor Kecil
Pastor Chichkov lahir dengan nama Robert Matthew di Plovdiv, Bulgaria dari keluarga Kristen yang saleh pada 9 Februari 1884. Kedua orang tuanya sangat ketat dalam disiplin hidup rohani. Setiap hari, dalam keluarga selalu diisi dengan doa, syukur, dan tobat. Berkat pola pendidikan iman semacam ini, alhasil Robert sudah terbiasa memimpin doa saat usianya baru 10 tahun. Ketika usia remaja, Robert sudah berani memimpin pertemuan-pertemuan kelompok anak-anak remaja.

Kebiasaan memimpin doa ini membuat Robert dipanggil “pastor kecil” oleh teman-temannya. Sesekali, ia bermain “misa-misa-an” bersama teman-temannya. Ia memperagakan seorang imam yang sedang memimpin Misa di hadapan mereka.

Dengan pola pendidikan semacam itu, kedua orangtua Robert tak ragu akan kualitas hidup rohani dalam dirinya. Ketika pastor paroki menawari Robert untuk menjadi seminaris, kedua orang tua langsung setuju. Robert sangat antusias ingin hidup di asrama.

Dengan persiapan seadanya, Robert pun memulai pendidikannya di the Assumptionists of Kara-Agatch Minor Seminary di Adrianople saat usianya sembilan tahun. di tempat ini, Robert dapat menjalani kehidupannya dengan lancar. Prestasi akademiknya pun memuaskan, begitu juga kehidupan rohaninya yang kian mendalam.

Memasuki usia 16 tahun, ketika Robert telah menyelesaikan pendidikan di seminari menengah, ia lalu memilih untuk bergabung dalam Kongregasi Agustinians of the Assumption (Congregatio Augustinianorum ab Assumptione/AA). Ia mengawali novisiat dalam kongregasi itu pada 24 April 1900. Di novisiat, Robert kemudian mengambil nama “Josaphat” sebagai nama biaranya.

Kehendak Bebas
Di Novisiat, Frater Josaphat mulai berkenalan dengan karisma dan spiritualitas kongregasi yang dipilihnya. Ia tertarik dengan semangat misi yang ditanamkan pendiri Agustinians of the Assumption, Pastor Emmanuel d’Alzon. Ia juga tertarik dengan tulisan-tulisan St Agustinus dari Hippo – filsuf dan teolog- yang terkenal karena perjuangannya melawan bidaah.

Rahmat dan kehendak bebas dalam ajaran St Agustinus dimengerti Frater Josaphat sebagai pedoman hidup rohaninya. Allah menciptakan manusia dan memberi kehendak bebas kepada manusia. Dengan kehendak bebas ini, tidak dimaksudkan bahwa manusia bebas berbuat dosa. Kehendak bebas dalam ajaran St Agustinus berarti tidak memiliki predisposisi yang sama pada kebaikan dan kejahatan. “Suatu kehendak yang sudah dikotori oleh dosa tidak bisa dianggap bebas,” tulis Josaphat suatu ketika.

Refleksi soal kehendak bebas Josaphat ini membawanya pada permenungan akan jalan panggilannya. Awalnya, Frater Josaphat merasa tidak pantas sebagai manusia. Ia ragu dalam menjalani panggilan Tuhan sebagai imam. Tetapi, ia merasakan, kehendak bebas ini membawanya pada keputusan untuk setia pada hidup rohani yang ketika itu telah dipilihnya. “Kehendak bebas memungkinkan saya dapat berbuat dosa tetapi rahmat memulihkan saya kembali kepada Tuhan.”

Setelah menyelesaikan novisiat, Frater Josaphat lalu melanjutkan pendidikan teologi dan filsafat di Universitas Katolik Leuven, Belgia. Berkat dasar spiritual yang mumpuni, masa ini pun dilaluinya dengan lancar. Ia pun akhirnya ditahbiskan sebagai imam di Malines, Belgia, pada 11 Juli 1909.

Pejuang Ekumenisme
Tak lama setelah ditahbiskan, Pastor Chichkov kembali ke Bulgaria dan mengajar di sekolah St Agustinus dan St Mikael di Varna. Ia juga ditugaskan untuk menjadi Rektor Seminari Santo Cyril dan Methodius di Yambol, Bulgaria. Di masa tugasnya sebagai imam pendidik, Pastor Chichkov sangat dikagumi oleh para muridnya. Ia menjadi bapak pembimbing rohani yang baik bagi para seminaris.

Di sekolah pun, Pastor Chichkov juga menjadi pribadi yang pandai bermain musik, piawai dalam berkhotbah, dan selalu penuh humor. Ia selalu mencairkan suasana kelas dengan cerita-cerita yang menginspirasi. Ia selalu memberikan pencerahan kepada anak-anak didik yang kehilangan harapan. Ia bisa menjadi bapak sekaligus orang tua yang baik bagi
mereka. Ia menjadi pendongeng sejati bagi murid-muridnya.

Selain keterlibatannya di dunia pendidikan, Pastor Chichkov juga beberapa kali terlibat dalam kegiatan-kegiatan menggereja di Varna. Pada suatu kesempatan, ia bertemu dengan Mgr Angelo Giuseppe Ronchalli (kelak menjadi Paus Yohanes XXIII) yang saat itu menjadi Nuncio Apostolik Bulgaria. Perjumpaan mereka tak hanya sekali, dalam setiap pertemuan, Pastor Chichkov selalu meminta Sakramen Pengampunan dari Mgr Ronchalli.

Tahun 1959, Uskup Nicopoli, Bulgaria, Mgr Vincent Eugène Bossilkov (Bossilkoff) CP meminta Pastor Chichkov untuk menjadi pembimbing bagi umat-umat Katolik yang menggunakan tradisi bahasa latin dalam liturgi di Varna. Ia menerima tugas itu dengan penuh kerendahan hati. Ia tidak pernah mengeluh dan melalaikan tugasnya. Dalam kesibukannya mengurus paroki, ia membuat majalah paroki bernama Poklonnick.

Dalam tugasnya di Bulgaria, Pastor Chichkov juga menjadi imam yang terbuka pada semangat ekumenisme, khususnya dengan Gereja-gereja Katolik Ritus Bizantium. Ia sungguh menjadi imam yang multi talenta. Ia tak hanya duduk, ia selalu terlibat aktif dalam setiap kegiatan di paroki. Selain itu, ia masih bersedia mengajar bahasa Perancis kepada para guru, pegawani negeri, dan tentara-tentara Bulgaria.

Kemartiran Imam Multitalen
Namun dalam masa pelayanan itu, tidak semua orang menganggap positif kehadiran Pastor Chichkov. Partai Komunis Bulgaria mulai merasakan ancaman serius dengan setiap “sepak terjang”-nya. Komunis sepertinya sudah tidak bisa disatukan dengan kekatolikkan. Banyak orang akhirnya ditangkap dan dijadikan tawanan karena menentang komunisme
di Bulgaria. Tak terhitung umat Katolik yang dipaksa meninggalkan imannya.

Dalam situasi ini, Pastor Chichkov beberapa kali mengkritisi kaum komunis dengan tulisan-tulisannya yang dimuat dalam beberapa publikasi. Keberaniannya ini akhirnya berbuah penangkapan pada 11 Desember 1951. Ia pun ditahan oleh kaum komunis. Tak ada yang tahu di mana Pastor Chichkov dipenjara. Keberadaannya baru diketahui ketika akhirnya ia dibunuh dengan cara ditembak di Bulgaria, 11 November 1952.

Perjalanan hidup Pastor Josaphat dapat diringkas dalam dua kalimat pendek dari suratnya yang ditulis tahun 1930 dan 1942, “Kita harus terus mengejar cita-cita yang akan memberikan kemuliaan bagi diri ini tanpa harus meletakkannya di langit.” Tulisan lainnya adalah, “Saya berjanji kepadamu, saudara-saudari terkasih dalam iman. Kita jangan sampai lupa untuk tetap hidup suci karena yang utama adalah bersama Allah, yang lain tambahan saja.”

Pastor Chichkov digelari venerabilis oleh St Yohanes Paulus II pada 23 April 2002. Paus yang sama juga membeatifikasinya di Plovdiv, Bulgaria pada tanggal 26 Mei 2002 bersama tiga rekan kongregasinya yaitu Beato Pavel Djidjov A.A, dan Beato Josaphat Kamen Vitchev A.A. ia diperingati setia 11 November.

Yusti H. Wuarmanuk

HIDUP NO.44 2018, 4 November 2014

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini