Organisasi Kemahasiswaan Nasional Mengutuk Kejadian Bom Samarinda dan Menyikapi Situasi Bangsa

109
Aminuddin Ma'ruf (Sedang memegang pelantang) (Sumber foto: www.nu.or.id)

HIDUPKATOLIK.com – PENGURUS Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) diwakili Ketua Umumnya Aminuddin Ma’ruf, Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) diwakili Ketua Umumnya Mulyadi P. Tamsir, Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) diwakili Ketuanya Angelius Wake Kako, Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) dengan perwakilan Ketua Sahat Sinurat, Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) diwakili Ketuanya Kartika Nurokhman, Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) dengan Ketua Taufan P. Korompot, Pimpinan Pusat Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) dengan Ketua Putu Wiratnaya, dan Pengurus Pusat Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia (PP HIKMAHBUDHI) dengan perwakilan Ketua Umumnya Suparjo hari ini berkumpul di Ruang Pertemuan RM Handayani Prima, Matraman, Jakarta Timur untuk mengadakan Konferensi Pers menyikapi kondisi dan situasi bangsa sekarang ini, Senin, 14/11.

Ketika dihubungi Redaksi, Koordinator perwakilan Organisasi Kemahasiswaan Nasional Aminuddin Ma’ruf menyampaikan isi pokok konferensi pers hari ini yang menyatakan bahwa bangsa Indonesia kini sudah 71 tahun merdeka, sudah 88 tahun mengikrarkan sumpah pemuda untuk menegaskan persatuan dan kesatuannya. Kenyataan bahwa Indonesia adalah bangsa yang majemuk ini menjadi sebuah kata akhir yang tidak harus dipersoalkan mengingat kemajemukan merupakan fondasi niscaya dari Indonesia merdeka tersebut.

Namun, pasca Orde Baru, lanjut Aminuddin di era reformasi yang mengedepankan jargon kebebasan dan kemerdekaan individu, perbedaan dan kemajemukan seperti menjadi sesuatu yang asing dan haram. Orang cenderung mempersoalkannya, menggugat, dan bahkan merobek tenunan keindonesiaan yang dijahit dengan darah di atas kemajemukan itu.

“Kekerasan simbolik yang mewujud dalam bahasa verbal di dunia maya semakin memunculkan wacana ‘baru’ yang parsial. Rasionalitas dan otonomi dalam ruang publik lebih banyak didikte oleh wacana viral dengan kedok positioning-nya. Pertanyaannya, seberapa sadarkah kita akan bahaya ini? Alhasil, dialog dan silaturahmi kian susah dijalankan, karena masyarakat sudah ditanami prasangka secara intensif dan berkelanjutan,” ungkap Aminuddin.

Bagi para mahasiswa, menurut Aminuddin, situasi sosial Indonesia akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Yang paling baru, bangsa Indonesia baru berduka dengan berita pemboman di Samarinda yang menimbulkan korban nyawa. “Radikalisme memang telah menjadi musuh bersama, tetapi dalam situasi bangsa yang terpecah belah bagaimana keutuhan yang terancam ini bisa kita pertahankan?” tanyanya.

[nextpage title=”Organisasi Kemahasiswaan Nasional Mengutuk Kejadian Bom Samarinda dan Menyikapi Situasi Bangsa”]

Lanjut Aminuddin, tidak lama, persoalan hukum Ahok, salah satunya, telah diseret ke wacana politik dan SARA. Hal ini telah memecah belah masyarakat ke dalam polarisasi konflik identitas yang semakin menajam sehingga nasib kebudayaan Indonesia yang akan semakin dipertaruhkan. Kasus Ahok, lanjut Aminuddin, hendaknya disikapi dan ditempatkan dalam koridor hukum yang tengah berjalan. Opini yang berbau politik dan SARA terhadap kasus dugaan penistaan Agama haruslah dihadapi dengan sikap kritis. Sebab apabila dipelintir, keutuhan NKRI-lah yang akan dipertaruhkan.

Selain itu, menurut Aminuddin, pemboman di Samarinda harus disikapi sebagai warning untuk segenap pihak, bahwa merebaknya radikalisasi Sara di Indonesia adalah buah dari ketidakbecusan segenap pihak dalam merawat keutuhan yang sebenarnya sudah berlangsung lama. “Sehingga, nasionalisme dan Bhineka Tunggal Ika adalah konsep dan sikap bersama, sekalipun dalam kadar tertentu, ia juga bisa meninabobokan kita. Oleh karenanya, kedua terma itu harus diterjemahkan dalam aksi nyata, bukannya ditinggalkan dalam tataran konsep saja,” ungkapnya.

Berangkat dari beberapa fenomena kebangsaan yang terjadi belakangan di negeri tercinta ini, Aminuddin dan perwakilan segenap elemen kemahasiswaan yang tergabung di dalam kelompok Cipayung menyatakan sikap untuk menjaga keutuhan bangsa Indonesia dengan menyuarakan:

  1. Mengutuk kejadian Samarinda
  2. Mempertegas kasus Ahok sebagai persoalan individu yang berkaitan dengan hukum, bukan persoalan agama dan politik.
  3. Memastikan proses hukum Ahok berjalan dengan adil, objektif, profesional, dll.
  4. Menghimbau kepada masyarakat khususnya elite-elit politik, tokoh agama, tokoh pemuda, untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, serta menjaga tegaknya NKRI dan Kebhinekaan.
  5. Mahasiswa tetap menjaga Kesatuan dan Persatuan dalam menjaga NKRI

A. Nendro Saputro

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini