Beato Alessandro Dordi (1931-1991) : Kemartiran Bapak Pembangunan Peru

230
Beato Alessandro Dordi.

HIDUPKATOLIK.com – Ia menjadi bapak pembangunan bagi banyak desa di Peru. Program-program pengembangan masyarakat kecil menjadi acuan Gereja Peru berkembang hingga kini.

Suatu hari dengan mobil pick up, Pastor Alessandro Dordi membawa dua seminaris untuk menemaninya merayakan Misa di sebuah desa. Mobil yang ia kemudikan lancar saja, menembus jalan-jalan pedesaan yang di beberapa bagian masih berupa jalan batu. Meski di Peru sedang berkecamuk perang sipil, namun beberapa candaan sesekali mewarnai perjalanan pastoral itu.

Namun, perjalanan mereka tiba-tiba dikagetkan dengan kemunculan dua pria bertopeng yang menghentikan mobil yang dikendarai Pastor Dordi. Setelah mobil itu berhenti, pria bertopeng itu pun menyuruh dua seminaris yang menemani Pastor Dordi untuk pergi. Tak banyak cakap yang keluar dari pria bertopeng itu. Pastor Dordi pun tak bisa melakukan
apapun, ia hanya diam memberi kesempatan dua seminaris yang bersamanya untuk menyelamatkan diri.

Benar saja, pria bertopeng itu seketika mengokang senjata yang ia pegang. Di saat itu, Pastor Dordi sadar bahwa ajalnya telah tiba. “Dor!” Sebuah peluru menembus tubuh Pastor Dordi. Peluru itu juga yang mengakhiri kebersamaannya dengan petani-petani miskin yang selama ini ia dampingi. Pastor Dordi meninggal di pinggir jalan tahun 25 Agustus 1991.

Bersama Petani
Sudah lama, Pastor Dordi memang sudah menjadi incaran milisi Shining Path. Sudah berkali-kali, pemimpin milisi, Abimail Guzman sesumbar ingin membunuh para misionaris yang berkarya di Peru. Abimail sangat anti agama. Ia meyakini, agama hanyalah candu bagi rakyat. Itu menjadi alasan untuk mengusir atau bahkan membunuh para misionaris
Eropa yang ketika itu banyak berada di Peru.

Dalam karyanya, Pastor Dordi berkarya di tengah umat yang sebagian besar petani di Keuskupan Chimbote, Peru. Keuskupan ini berada di wilayah Provinsi Huaraz. Di tengah kecamuk perang sipil, Pastor Dordi melayangkan protes secara halus. Ia menjadi rasul tangguh bagi petani miskin. Semangat ora et labora menjadi karakteristik pelayanannya. Ia benar-benar hadir sebagai sahabat kaum miskin. Karena itu, ia bersedia keluar masuk medan terjal demi umatnya.

Dalam pertemuan dengan kawanan para petani itu, Pastor Dordi menyaksikan penderitaan mereka yang sangat tertinggal dalam segala bidang lebih-lebih ekonomi. Ia menyayangkan di saat masyarakat butuh makan dan rasa aman, pemerintah pura-pura buta. Banyak pejabat Peru berjuang bukan untuk rakyat tetapi untuk bertahan hidup. Alih-alih berjuang, para pejabat justru condong kepada Shining Path. Mereka takut berakhir di ujung senapan. Pastor Dordi tak bisa tinggal diam.

Jawaban kasih menjadi satu-satunya jalan untuk memperkenalkan Injil. Dalam krisis yang membahana itu, Pastor Dordi mulai mengajak “kawanan kecilnya” berjuang keluar dari kemiskinan. Program utama yang dibangunnya adalah kematangan literasi. Ia melihat, pendidikan yang minim akhirnya menjadi kendala bagi mereka untuk keluar dari kemiskinan.

Berkat sumbangan dari Karitas Spanyol, Pastor Dordi membangun berbagai pusat layanan pastoral dan sosial tahun 1983. Selain itu, ia juga membangun sektor pertanian dengan menerapkan program pedesaan dari rakyat untuk rakyat. Segala hasil panen tidak lagi dikirim ke luar desa tetapi diolah menjadi bahan jadi untuk kepentingan sendiri dan sebagian dijual ke kota-kota sekitar.

Pembelaan kepada martabat perempuan juga menjadi perhatian Pastor Dordi. Ia mengumpulkan ibu-ibu petani dan membuat lokakarya kerajinan, kursus singkat dalam membaca, menjahit, bordir, keperawatan, pertolongan pertama, kebersihan, dan kesehatan.

Kesadaran ini berangkat dari pengalaman di mana dalam situasi kemiskinan, wanita dan anak-anak kerap dijadikan tumbal. Entah berapa kali Pastor Dordi gelisah ketika melihat martabat wanita diperjualbelikan demi nikmat sesaat. Shining Path memasuki desa-desa dan mengambil sesuka hati gadis-gadis desa untuk dijadikan objek seksual.

Katekese Keluarga adalah prioritasnya. Pastor Dordi mendorong persiapan sebelum menerima sakramen. Meski dengan umat yang tinggal di tempat-tempat yang sulit dijangkau, ia berusaha mengunjungi mereka dan menjadikan jarak bukan sebagai halangan.

Jalan Terakhir
Dordi adalah anak kedua dari 13 bersaudara. Lahir di Gromo San Marino, Bergamo, Italia 23 Januari 1931. Ketika menginjak usia remaja, ia masuk seminari di Keuskupan Cluson. Ia ditahbiskan menjadi imam saat usianya 23 tahun, pada 12 Juni 1954 oleh Uskup Bergamo, Mgr Giuseppe Piazzi. Ia lalu diutus berkarya Paroki Taglio di Donada.

Pastor Dordi juga bergabung dalam Komunitas Misionaris Paradiso (Comunità Missionaria del Paradiso) di Bergamo. Ia ingin pergi ke Afrika, ke Burundi, sebagai misionaris, tetapi setelah mengunjungi beberapa negara di Amerika Latin, dia memilih Peru dan tiba sana pada tahun 1991.

Awalnya, Pastor Dordi menanggapi undangan Uskup Chimbote, Mgr Luis Bambarén untuk berkarya di keuskupan di Peru bagian tengah itu. Setelah tiba di peru, ia bertugas di Paroki Señor Crucificado de Santa.

Ketika tiba di Peru pada Agustus 1991, Pastor Dordi memang sudah menyadari bahwa Peru akan menjadi ladang karya yang berbahaya. Tak lama sebelum kedatangannya, ia mendengar berita terbunuhnya Pastor Michał Tomaszek OFMConv dan Pastor Zbigniew Strzałkowski OFMConv. Mereka adalah dua imam dari Ordo Konventual (Ordo Fratrum Minorum Conventualium/OFMConv). Dalam sebuah surat kepada seorang rekannya di Italia, Dordi menulis, “Kami sangat cemas dan prihatin belakangan ini. Saya berjuang untuk memberi sinar kedamaian demi dua sahabat saya dari Fransiskan Polandia yang dibunuh saat bekerja di lembah Pariocoto.”

Tetapi, Pastor Dordi tetap setia menjalankan tugasnya. Ia terus memberdayakan masyarakat kecil dengan program-program yang tepat sasaran. Pembangunan manusia dan infrastruktur terus menuai pujian masyarakat desa sekaligus ancaman bagi dirinya.

Shining Path merasa bahwa Pastor Dordi menjadi ancaman serius bagi kekuasaan komunis di Peru. Pastor Dordi pun sudah merasa bahwa ia berada di bawah ancaman karena langkah-langkah pastoral yang dibuatnya. “Setiap hari saya bertanya, hari ini giliran siapa lagi? Pertanyaan ini terus saya refleksikan ketika membuka mata di pagi hari hingga menutup malam,” tulisnya dalam sebuah surat untuk salah satu sahabatanya.

Pastor Dordi pun akhirnya menyerahkan nyawa juga di ujung peluru milisi Shining Path. Namun, kematian ini seakan menjadi air sejuk bagi tumbuhnya keberanian dari rakyat akar rumpun untuk mewujudkan Peru yang damai. Warga pedesaan beramai-ramai menolak tawaran “jalan cemerlang” Shining Path. Solusi pembaharuan justru datang dari
program para misionaris di Peru.

Kematiannya mendatangkan kesedihan mendalam bagi Gereja Katolik Peru. Kendati begitu, program-program pelayanannya terus digalakan oleh masyarakat kecil. Di kemudian hari Gereja Katolik Peru menjiplak model pastoral Pastor Dordi. “Model pastoral imam Italia ini adalah datang, mendengar, bekerja, membangun manusia dan infrastruktur, mempertobatkan umat, lalu meninggal dengan damai,” ujar Uskup Chimbote, Peru Mgr Ángel Francisco Simón Piorno.

Paus Yohanes Paulus II mengesahkan dokumen nihil obstat untuk Pastor Dordi pada 5 Juni 1995. Hal ini yang lalu membuka proses penyelidikan kemartiran Pastor dordi. Pada 3 Februari 2015 Paus Fransiskus menyetujui dekrit kemartiran Pastor Dordi. Beatifikasi Pastor dordi dilaksanakan pada 5 Desember 2015 di Estadio Centenario Manuel Rivera Sánchez, Chimbote, Peru, yang dipimpin oleh Kardinal Angelo Amato SDB Prefek Komisi Kongregasi Penggelaran Kudus.

Yusti H. Wuarmanuk/Antonius E. Sugiyanto

HIDUP NO.42 2018, 21 Oktober 2018

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini