HIDUPKATOLIK.com – Sedari dulu, membela kaum marjinal, WKRI menyadari tugasnya kini semakin bertambah. Mereka ingin semakin dalam terlibat memelihara Pancasila.
SEORANG perempuan muda sedang berjalan di seputaran Kota Yogyakarta sambil merenung. Matanya menerawang memikirkan nasib bumi pertiwi. Pikiran mengapa tanah air dikuasai bangsa Barat berkecamuk di dalam benaknya. Perempuan muda itu bernama Raden Ayu Maria Soelastri.
Kelahiran 22 April 1898 ini merupakan keturunan dari Putera Mahkota Sri Paku Alam III, Pangeran Sasraningrat dan adik kandung dari Nyi Hadjar Dewantara. Berangkat dari kemasyugalan nasib bangsa, Soelastri pun terinspirasi untuk membantu memberdayakan perempuan Katolik pribumi.
Impian ini didasari oleh semangat cinta kasih sebagai perwujudan iman Katolik. Pada tanggal 26 Juni 1924 berdirilah sebuah organisasi perempuan Katolik bernama Poesara Wanita Katolik yang menjadi cikal bakal berdirinya Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI). Organisasi ini dipelopori oleh kumpulan perempuan muda berusia awal 26 tahun. Mereka adalah lulusan sekolah perempuan Mendut yang dipimpin oleh para pastor.
Adik Aisyiyah
Ketua Presidium WKRI Justina Rostiawati dalam pidatonya di hadapan Presiden Jokowi pada pembukaan Kongres WKRI XX, 30/10 di Hotel Mercure Kemayoran, Jakarta Pusat, menyampaikan bahwa WKRI adalah organisasi tertua di Indonesia. “WKRI adalah adik dari Aisyiyah (organisasi otonom bagi perempuan Muhammadiyah) dengan beda usia tujuh tahun,” tuturnya.
Bersama dengan Aisyiyah dan wanita Taman Siswa dan tujuh organisasi perempuan lain, WKRI memprakarsai Kongres Perempuan I tahun 1928 yang kemudian menjadi Kongres Wanita Indonesia (KOWANI). Perjuangan awal himpunan perempuan Katolik ini ialah memperjuangkan kesejahteraan para buruh pabrik cerutu Negresco.