Thomas Heru Rinawan : Aplikasikan Nilai-nilai De Britto

961
Kolonel Inf. Thomas Heru Rinawan.
[NN/Dok.Pribadi]

HIDUPKATOLIK.com – Setelah merasakan berambut gondrong di De Britto, ia kembali meretas cita-citanya menjadi prajurit. Sebaik-baiknya prajurit adalah bekerja bersama dan untuk rakyat.

Satu ciri khas yang akhirnya membuat Thomas Heru Rinawan memilih bersekolah di Kolese De Britto, Yogyakarta adalah karena siswa di sekolah ini boleh berambut gondrong.

Pilihan ini berbeda dengan impiannya. Di dalam hatinya, Heru sebenarnya sudah membulatkan tekad untuk mendaftar sebagai Taruna Akademi Angkatan Udara (AAU) setelah lulus SMA nanti. “Saya mikir, sekolah di De Britto akan menjadi satu-satunya kesempatan menggondrongkan rambut. Kalau masuk Akademi Militer setelah lulus SMA, saya tidak bisa gondrong lagi,” ujarnya.

Heru menghabiskan sebagian masa kecilnya tinggal bersama keluarga di Kompleks Lanud Adisucipto Yogyakarta. Di sini, Heru sering melihat para Taruna AAU yang gagah dan rapi. Dari situlah, tekadnya menjadi anggota TNI muncul. Orangtua pun mendukung tekad itu.

Setelah lulus SMA, Heru mendaftar ke Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) Magelang, Jawa Tengah. Berdasarkan hasil tes psikologi, minat, dan bakat, ia masuk ke dalam Kesatuan Angkatan Darat. Sedangkan dalam pemilihan kecabangan, Heru berhasil masuk ke dalam Korps Infanteri.

Bersama Rakyat
Tahun 1995, Heru lulus dari AKABRI. Selanjutnya, ia mengikuti pendidikan dasar Infanteri di Bandung selama sembilan bulan. Ia mengingat, di sini ia juga mendapat pendidikan intelijen dasar dan terjun payung dasar.

Tugas pertama Heru setelah lulus adalah menjadi Komandan Pleton di Batalyon Infanteri 126/Kala Cakti di Asahan, Sumatera Utara. Masih di Sumatera Utara, ia juga pernah menjadi Komandan Kompi di Batalyon Infanteri 121/Macan Kumbang di Kabupaten Deli Serdang.

Ketika terjadi pergolakan di Aceh, Heru pun sempat bertugas dalam Operasi Pemulihan Keamanan Aceh tahun 1999. Setahun kemudian, ia terlibat juga dalam Operasi Pengamanan Objek Vital Nasional Aceh tahun 2000. Setelah dua operasi ini, sebagai perwira muda, Heru kemudian berpindah-pindah tempat tugas. Sampai akhirnya Heru ditugaskan sebagai Komandan Distrik Militer 0723/Klaten tahun 2014. Berada di posisi ini, ia merasa lebih merakyat saat dapat tinggal di tengah warga di Kabupaten Klaten. Sering bersinggungan dengan masyarakat di desa-desa, ia semakin menyadari tugas seorang perwira yaitu menjadi pelayanan bagi rakyat.

Salah satu prioritas perhatian Heru selama menjabat adalah pada hal ketahanan pangan. Kabupaten Klaten merupakan salah satu lumbung pangan Jawa Tengah. Maka, ia lalu mencanangkan program pelatihan cara bercocok tanam dan mengatasi serangan hama untuk Bintara Pembina Desa (Babinsa). Harapannya, dengan bekal kemampuan di bidang pertanian ini, mereka dapat terjun langsung mendampingi kelompok tani. “Mereka secara aktif dapat memotivasi petani yang sering gagal panen karena serangan hama wereng dan tikus. Hal itu merupakan langkah awal bagi upaya menuju ketahanan pangan nasional,” tutur sulung dua bersaudara ini.

Klaten merupakan daerah rawan bencana banjir dan letusan gunung berapi. Ketika itu, Heru berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Ia menyiapkan personelnya untuk selalu siaga. Jika musim hujan telah tiba, mereka bersiap menangani banjir dan pengungsian.

Suatu kali, status Gunung Merapi meningkat menjadi waspada. Heru mengingat, warga yang tinggal di lereng Gunung Merapi rutin menggelar ronda ketika itu. Dalam situasi ini, Heru pun mengerahkan pasukannya untuk melakukan patroli bersama masyarakat. Hal ini untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk yang terjadi.

Membina Mental
Pada akhir tahun 2015, Heru mendapat tugas untuk menjadi Kepala Staf Brigade Infanteri 22/Ota Manasa di Gorontalo. Tugas utama kepala staf adalah mengkoordinasi kepala-kepala seksi yang ada di Brigade Infanteri 22, mulai dari staf intelejen, operasi, personel, logistik dan teritorial. Ia juga harus menjamin terlaksananya tugas kepada satuan-satuan batalyon (ada tiga batalyon dan satu detasemen markas).

Satuan ini berada di Gorontalo dan saat itu masih di bawah Kodam VII/Hasanudin di Makasar, maka secara jarak tempuh sangatlah jauh. Bahkan, ada satu batalyon di bawah Brigade Infanteri 22 yang berkedudukan di Palu, Sulawesi Tengah. Rentang jarak yang cukup jauh ini memberi tantangan tersendiri untuk melaksanakan pengawasan dan pengendalian.

Seiring pengembangan satuan, diaktifkan kembali Kodam XIII/ Merdeka di Manado pada 20 Desember 2016. Kodam ini membawahi wilayah di Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo.

Di Kodam ini, Heru dipercaya menjadi Kepala Dinas Pembinaan Mental. Sejak itu, pangkatnya pun menjadi kolonel. Di pos ini, ia bertanggungjawab melakukan pembinaan mental bagi prajurit beserta keluarganya. Pembinaan ini mencakup mental rohani, mental ideologi, mental tradisi kejuangan, serta kesejarahan dalam rangka mendukung tugas pokok TNI AD.Heru menuturkan, Dinas Pembinaan Mental harus membentuk karakter prajurit yang beridelogi Pancasila dengan landasan jiwa Sapta Marga dan Sumpah Prajurit.

Ada perbedaan tugas antara kesatuan tempur dan di bidang pembinaan mental. Heru menuturkan, dalam satuan tempur pimpinan berpikir bagaimana mengelola prajurit yang berkemampuan dalam teknik dan taktik pertempuran dalam sebuah operasi militer. Sementara dalam bidang pembinaan mental, yang lingkup tugas pemimpin adalah membina agar memiliki karakter pejuang. Salah satu ukuran mental yang baik adalah prajurit dan keluarga taat kepada hukum dan aturan yamg berlaku dalam negara, masyarakat, dan lingkungan TNI. “Kita berpikir bagaimana mengelola SDM prajurit yang memiliki karakter pejuang NKRI, militansi keprajuritan, serta daya juang prajurit.”

Pembinaan mental rohani dilaksanakan sesuai agama yang dianut. Dalam pelaksanaannya, Heru dibantu masing-masing kepala seksi rohani baik Islam, Katolik, Protestan, Hindu, maupun Budha. “Saya harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan agama-agama yang ada,” tutur putra dari pasangan Yosef Sutrisno dan Natalia Suhartini ini.

Untuk pembinaan agama Katolik, setiap Jumat pertama diadakan misa dalam lingkungan TNI-POLRI. Misa dilaksanakan secara bergiliran di paroki-paroki di Manado. Untuk yang beragama Kristen Protestan dilaksanakan ibadah oikumene setiap tiga bulan sekali. Kegiatan bimbingan dan penyuluhan mental dilaksanakan secara berkala kepada satuan-satuan jajaran Kodam mulai dari Sulawesi Tengah, Gorontalo, sampai Sulawesi Utara.

Tugas Bersama Tuhan
Bagi Heru, setiap tugas dan wilayah tugas memiliki kekhasan yang berbeda-beda. Akan tetapi, se-iring perjalanan waktu dan dalam kedewasaan iman, ia menyadari bahwa Tuhan selalu menyertai. “Campur tangan Tuhan dalam setiap karya penugasan hanya bisa dirasakan jika saya mampu merefleksikan diri, mengevaluasi diri, lalu menyimpulkan dan bersyukur bahwa apa yang saya lakukan, merupakan campur tangan Tuhan,” ungkapnya.

Heru mengakui bahwa nilai-nilai De Britto sebagai sekolah Jesuit dapat diaplikasikan dalam kiprahnya sebagai anggota TNI. Ia mengatakan, nilai-nilai “man for others” dapat diterapkan dalam lingkungan TNI. Ia juga mengakui, semboyan “Ad Maiorem Dei Gloriam” juga masih bergaung dalam dalam tugas pelayanannya dalam TNI dan bagi masyarakat.”

Kolonel Inf. Thomas Heru Rinawan

Lahir : Sleman, 6 April 1974
Istri : Christiana Astri
Anak : Aloysius Rama, Bonifasius Kevin, Chrisanta Maria

Karir:
– Perwira Seksi Operasi Korem 131/Santiago, Manado (2004-2006)
•- Wakil Komandan Batalyon Infanteri 721/Makkasau, Pinrang Sulawesi Selatan (2006-2009)
•- Kepala Staf Kodim 1401/Majene, Sulawesi Barat (2009-2011)
•- Perwira Pembantu Madya Biro Latihan Staf Operasi Kodam IV/Diponegoro (2011-2012)
•- Komandan Batalyon Infanteri 406/Candra Kusuma, Purbalingga (2012-2013)
•- Komandan Sekolah Calon Tamtama (Secata) di Gombong, Kebumen (2013-2014)
•- Komandan Distrik Militer 0723/Klaten (2014-2015)
•- Kepala Staf Brigade Infanteri 22/Ota Manasa di Gorontalo (2015-2017)
•- Kepala Dinas Pembinaan Mental Kodam XIII/Merdeka (2017-sekarang)

Penghargaan:
•- Satya Lencana Kesetiaan 8 Tahun
•- Satya Lencana Kesetiaan 16 Tahun
•- Satya Lencana Gerakan Operasi Militer Aceh

Fr. Benediktus Yogie, SCJ

HIDUP NO.38 2018, 23 September 2018

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini