Ipar Numpang di Kontrakan

765

HIDUPKATOLIK.com – Sudah dua tahun saya menikah. Komitmen awal kami, membangun rumah tangga secara mandiri. Sekarang, saya dan istri tinggal di kontrakan. Kami belum dikaruniai anak. Saat ini, masa kontrak kakak ipar saya akan habis. Mereka mau menumpang di kontrakan kami. Saya keberatan. Sejak sekolah dan kuliah, istri saya sudah mandiri. Ia membiayai kontrakan orangtuanya dan kuliah keponakannya. Istri saya sering mengeluh karena tidak bisa menabung. Bagaimana saya harus bersikap dalam menghadapi mertua dan ipar-ipar? Bagaimana saya harus menjelaskan kepada istri mengenai masalah tersebut?

Christian, Jakarta

Pak Christian yang baik dan penuh perhatian. Saya dapat memahami kesulitan Anda. Bagaimana menghadapi mertua yang melahirkan dan membesarkan istri serta kakak-kakak ipar yang membuat Anda “kalah tua”. Sebagai orang yang lebih muda, Anda harus menghormati mereka.

Dalam budaya Jawa memang ada pendapat bahwa menikah tidak saja dengan orang yang kita cintai, namun juga dengan keluarganya. Penelitian Hofstede (2014) menemukan bahwa negara kita termasuk negara collectivist. Hubungan kekeluargaan tidak hanya dilakukan di dalam keluarga inti, namun juga keluarga besar. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan dalam satu rumah tinggal terdapat beberapa anak, cucu, bahkan cicit.

Hal utama yang harus Anda lakukan adalah mendiskusikan dengan istri, tentang kekurangan dan kelebihannya jika keluarga istri tinggal di rumah kontrakan Anda. Sejauh mana kekuatan Anda untuk membantu mereka? Diharapkan, istri akan memahami situasinya dan “satu kata” dalam memberi bantuan.

Tentu di atas semua ini, yang paling penting adalah keutuhan keluarga Anda. Saya sangat setuju dengan keinginan Anda untuk membangun keluarga secara mandiri. Saya membaca ada “situasi yang nyaman” di rumah Anda. Anda beserta istri bekerja, sehingga keluarga besar istri berharap akan dibantu, apalagi Anda belum punya anak.

Ada beberapa saran saya. Pertama, riwayat cara mengontrak rumah. Cari informasi bagaimana caranya dulu mertua dan kakak-kakak ipar Anda mengontrak rumah. Informasi ini akan membantu untuk memberi saran kepada mereka, apa yang sebaiknya dilakukan; mungkin dapat mengulang cara terdahulu bagaimana mereka mengontrak rumah (misalnya, dengan iuran).

Kedua, musyawarah keluarga. Utarakan bahwa masalah ini bukan tanggung jawab utama Anda. Bahas dengan detail siapa yang dapat membantu secara ekonomi. Jika memungkinkan, cari rumah sederhana yang dapat dikredit sehingga tidak perlu pindah rumah setiap tahun.

Ketiga, meningkatkan pendapatan. Cari cara bagaimana agar perekonomian keluarga istri Anda dapat meningkat. Tentu saja hal ini tergantung pada keterampilan yang dapat diupayakan oleh keluarga istri Anda.

Keempat, pindah kontrakan. Apabila ketiga cara di atas tidak dapat dilakukan, tampaknya Anda harus merelakan kenyamanan kontrakan Anda saat ini, dan pindah ke kontrakan yang lebih kecil dan sederhana.

Ini merupakan “shock therapy” bagi keluarga istri Anda. Mungkin dengan cara ini, keluarga besar istri Anda tidak akan tinggal di rumah kontrakan Anda. Diharapkan, mereka berpikir untuk menyelesaikan masalah mereka sendiri. Meskipun demikian, saya berharap Anda masih bersedia meluangkan waktu untuk membantu keluarga istri Anda dalam menyelesaikan masalah mereka.

Bapak Christian, saya sangat menyarankan agar Anda dan istri “satu kata” sebelum melangkah. Jangan sampai Anda mengorbankan keutuhan keluarga Anda. Semoga Anda sukses dan bijaksana dalam memutuskan masalah ini.

Dr Kristiana Haryanti M.Si

HIDUP NO.15 2014, 6 April 2014

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini