Paroki St Paulus Kotagajah Lampung Tengah: Katekese di Tanah Harapan

1080
Gereja St Paulus Paroki Kotagajah, Keuskupan Tanjungkarang. [Dok. Paroki Kotagajah]

HIDUPKATOLIK.com Dari proses pertemuan ini, umat menanyakan soal dasar iman Katolik, liturgi, dan spiritualitas.

KUMPULAN petani pemberani asal Jawa rela mempertaruhkan kenyamanan kampung halaman mereka demi mencari pengharapan yang lebih baik di tanah Sumatera. Gelombang perpindahan ini dipicu dengan dibukanya desa-desa baru transmigrasi di Lampung bagian tengah pada paruh pertama dekade 1930-an.

Seiring dengan gelombang kedatangan transmigran yang cepat, desa dan kota baru bertumbuh dengan kota Metro sebagai pusat. Perkembangan umat perdana di wilayah ini hampir pasti bersinggungan dengan perkembangan transmigrasi. Pada 9 Juni 1937, sebuah desa induk pun dibangun di Trimurjo dan diubah namanya menjadi Metro.

Salah satu wilayah perkembangan kota Metro ialah Kotagajah yang menjadi paroki pada tanggal 15 Agustus 1968. Tantangan pastoral pun muncul. Wilayah Lampung yang luas ditambah dengan dibukanya area Lampung Tengah secara masif berbanding terbalik dengan jumlah para Pastor. Alhasil, wilayah ini hanya dilayani oleh sedikit imam.

Pada 1950 Pastor Cornelius van Vroenhoven datang. Daerah yang dilayani Pastor Vroenhoven itulah yang menjadi embrio Paroki Kotagajah sekarang. Sesudah 1965 daerah pelayanannya bertambah meliputi seluruh calon Paroki Kotagajah.

Salah satu saksi mata, Yulius Suyono menjabarkan ada sekitar 30 orang yang dilayani Pastor Vroenhoven antara lain keluarga Gontho yang menjadi katekis sukarela mengajar umat melalui kisah Kitab Suci dibantu Gimun, seorang guru SD Tulungbalak.

Sebelum gedung  gereja berdiri pada 1968, umat beribadat di gedung SMP 17, balai pertemuan kantor jawatan transmigrasi atau gedung film. Namun, peribadatan sering dilaksanakan dari rumah ke rumah akibat sering dipakainya gedung itu. Kotagajah pun tumbuh menjadi salah satu paroki dengan jumlah umat yang besar di Keuskupan Tanjungkarang.

Kini paroki Kotagajah telah memasuki usia 50 tahun. Kepala Paroki Kotagajah, Pastor F Fritz DSA menyatakan syukur karena benih sabda Tuhan tumbuh subur sehingga jumlah umat makin bertambah. Namun di sisi lain, perkembangan iman umat membutuhkan pengajaran iman (katekese) terus menerus agar Gereja mewariskan pemahaman iman yang baik.

“Ketika saya bertanya hal sederhana mengenai iman, kebanyakan tidak tahu. Hal ini membuat saya prihatin kok sudah 50 tahun berdiri pengetahuan imannya masih seperti itu.”

Oleh karena itu, Pastor Fritz sering mengadakan kunjungan ke stasi-stasi menggunakan sepeda motor usai Misa berlangsung pada Minggu ke-2 dan ke-4. Dalam durasi waktu satu setengah jam, Pastor Fritz berusaha mengemas pengajaran katekese semenarik mungkin.

Suasana kekerabatan yang dihasilkan dari makan bersama membantunya untuk mencairkan kebosanan yang acap kali timbul kala belajar mengenai iman. Tidak hanya itu, Pastor Fritz juga mendorong umat untuk berani men-sharingkan pengalaman imannya di hadapan orang lain agar pengalaman itu dapat menyentuh umat yang lain.

“Dari proses pertemuan ini, umat menanyakan soal dasar iman Katolik, liturgi, dan spiritualitas,” tuturnya. Pastor Fritz menyampaikan, saat ini dibutuhkan katekis akar rumput yang berani meneruskan karya misi penyelamatan Kristus di zaman ini.

Beriman itu bukan hanya masalah rohani saja melainkan juga soal hidup nyata. Maka juga soal kesejahteraan hidup manusianya harus mendapat perhatian. Singkatnya, umat Paroki Kotagajah perlu menyadari usianya yang dewasa, mengenal identitasnya, mandiri, berswadaya, dan murah hati untuk mewujudkan nilai-nilai Injil untuk semua orang.

Maka tema yang didalami pada persiapan puncak pesta emas adalah “Dipanggil untuk Hidup Berpadanan dengan Injil” (Filipi 1:27).

 

Felicia Permata Hanggu

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini