Murid yang Dikasihi-Nya

678

HIDUPKATOLIK.com – Siapakah murid yang dikasihi Yesus? Mengapa sebutan “murid yang dikasihi Yesus” baru muncul pada perjamuan malam terakhir, bukan sejak awal Injil Yohanes?

Christina Sri Hartatik, Malang

Pertama, sebutan “murid yang dikasihi” Yesus itu memang muncul baru pada perjamuan malam terakhir (Yoh 13:23). Tokoh ini tidak pernah disebut pada bagian pertama Injil Yohanes yang melukiskan pelayanan Yesus di hadapan umum. Seringkali tokoh ini juga disebut “murid yang lain” (Yoh 18:15-16; 20:4.8). Ketika Yesus disalibkan, sebutan “murid yang dikasihi” itu muncul kembali (Yoh 19:26), demikian pula pada akhir Injil Yohanes (20:2; 21:20). Baru pada akhir Injil Yohanes kita menemukan jati diri murid itu, yaitu “yang memberi kesaksian tentang semuanya ini dan yang telah menuliskannya …” (Yoh 21:24).

Jadi, yang dimaksud tak lain ialah rasul Yohanes, penulis Injil. Penggunaan sebutan ini bisa diartikan sebagai bentuk kerendah hatian Yohanes, anak Zebedeus, untuk merujuk kepada dirinya sendiri tanpa menonjolkan diri. Dengan tidak menonjolkan namanya, penulis Injil tampak hendak menonjolkan kehadiran rasul lain yang lebih penting, yaitu Petrus (bdk. Yoh 20:1-10; 21: 20-24).

Kedua, menarik kalau kita cermati peristiwa-peristiwa pada akhir Injil Yohanes, yaitu bahwa “murid yang dikasihi” muncul bersamaan dengan Petrus yang adalah pemimpin pertama Gereja Kristus. Pada perjamuan malam terakhir, rasul Petrus meminta kepada murid itu untuk bertanya kepada Yesus (13:23-24). Di halaman istana Imam Agung, murid yang lain ini bersama Simon Petrus masuk mengikuti Yesus (18:15-16). Juga ketika mengunjungi makam Yesus, murid yang lain ini berlari bersama Petrus. Meskipun ia mencapai makam terlebih dahulu, ia tidak masuk. Justru yang masuk terlebih dahulu ialah Petrus. Meskipun murid yang lain ini masuk kemudian, dan setelah melihat kain yang tergulung, justru dialah menjadi yang pertama yang percaya kebangkitan Kristus (20:1-10). Demikian pula di pantai Danau Tiberias, murid yang dikasihi Yesus itulah yang pertama mengenali Yesus dan memberitahu Petrus (21:20-24). Akhir Injil Yohanes juga menampilkan dialog Yesus yang menanyai Petrus tiga kali tentang cintanya (21:15-19) dan langsung disusul dengan komentar tentang “murid yang dikasihi” (21:20-23).

Kemunculan bersama antara Petrus dan “murid yang dikasihi” bisa ditafsirkan sebagai kerendahhatian penulis Injil Yohanes untuk berada di latar belakang dan mengedepankan Petrus sebagai rasul yang diberi wewenang untuk menjadi Pemimpin Gereja. Seolah hendak dikatakan, pembaca Injil tidak perlu mengetahui siapa “murid yang dikasihi” itu.

Ketiga, dialog pada akhir Injil Yohanes membuka arti baru tentang siapa yang dimaksud “murid yang dikasihi”. Petrus, yang baru saja diberi tugas penggembalaan, dan bahkan Yesus sendiri, mengarahkan perhatian pada “murid yang dikasihi”. Tokoh inilah yang menjadi pusat perhatian. Hal ini seolah hendak mengatakan, menjadi murid yang dikasihi Yesus pada akhirnya lebih penting daripada pemegang kekuasaan dalam jemaah. Jika Petrus unggul dalam tugas kegembalaan, maka murid ini unggul dalam relasi kasih dengan Yesus.

Jika dimengerti demikian, murid yang dikasihi Yesus itu merujuk pada model murid yang sempurna, yaitu yang mengasihi Yesus dan dikasihi oleh Yesus. Meskipun tidak diberi tugas untuk menggembalakan domba-domba, murid-murid ini sangat dikasihi Yesus karena mereka mengasihi-Nya dan menuruti perintah-perintah-Nya. Maka, “murid yang dikasihi” mewakili semua murid Yesus. Jika perkataan terakhir Yesus dalam Injil Matius (28:20) ialah bahwa Ia akan menyertai kita sampai akhir zaman, maka akhir Injil Yohanes menyatakan pemberian jaminan bahwa murid-murid yang dikasihi Yesus akan tinggal tetap sampai Yesus datang kembali (Yoh 21:22)

Pastor RP Petrus Maria Handoko CM

HIDUP NO.18, 4 Mei 2014

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini