Paroki Santa Maria Immakulata Tarakan: Membangun Iman Anak Muda Lewat “Reli”

807
Orang muda sedang khusyuk berdoa di dalam gereja. [HIDUP/Felicia Permata Hanggu]

HIDUPKATOLIK.com Kecintaan anak muda terhadap Bunda Maria menjadi terang harapan paroki ini.

SEJARAH berdirinya Paroki Santa Maria Immakulata, Tarakan, Kalimantan Utara bermula dari para Misionaris Oblat Maria Immakulata (OMI) asal Italia merasa resah ketika komunis mengambil alih ladang misi mereka di Laos.

Pasalnya, pemerintah komunis tidak mengizinkan mereka untuk berkarya di sana. Tak patah arang, para misionaris itu pun melebarkan sayapnya. Beruntung, mereka menjalin komunikasi intens dengan banyak Pastor Pasionis (CP) dan Misionaris Sacra Familia (MSF).

Akhirnya, Asisten General Misi Kongregasi OMI, Pastor Marcello Zago OMI melirik Kalimantan. Sebelumnya, para Misionaris CP dan MSF telah terlebih dahulu menjejakkan kaki di sana. Pada tahun 1975, diadakaan pertemuan tahunan para uskup se-Indonesia.

Di dalam pertemuan itu, dibicarakan pengungsian besar-besaran para misonaris yang berkarya di Vietnam, Laos, dan Kamboja. Melihat fenomena regional dan fakta di wilayah Keuskupan Samarinda yang kekurangan tenaga, Administrator Apostolik Samarinda, Mgr Christian Van Weegberg MSF secara resmi meminta bantuan para Oblat berkarya di Samarinda.

Tanggal 3 April 1976 pun menjadi hari bersejarah bagi para Oblat. Mereka diutus ke Keuskupan Samarinda, Kalimantan-Timur. Kemudian, dua pastor muda OMI, Pastor Guiseppe Rebussi dan Pastor Mario Bertoli diajak untuk meninjau wilayah utara Keuskupan Samarinda, yakni di Tarakan (pada tahun 2012, Tarakan masuk kedalam Provinsi Kalimantan Utara).

Perjalanan misi mereka pun diteguhkan dengan pernyataan Pro Nuncio, Mgr Farano, Kardinal Yustinus Darmoyuwono Pr dan Mgr Leo Sukoto SJ. Keduanya menyatakan, misi Kalimantan Timur adalah salah satu prioritas Gereja Indonesia, seperti yang dilansir www.omi-indonesia.org.

Pada mulanya, para Oblat Italia berkarya di Pulau Tarakan sebagai paroki dan Nunukan sebagai stasi. Kegigihan para Oblat masuk ke pedalaman melayani suku Dayak hingga mendirikan paroki-paroki di Kalimantan Timur bagian utara menggunakan transportasi perahu ketinting membuahkan hasil.

Pada 9 Januari 2002, Tahkta Suci menetapkan wilayah Tarakan menjadi Keuskupan Tanjung Selor. Hingga kini, para oblat pun masih berkarya di Tarakan, Malinau, Menasalong, Nunukan, dan wilayah Kalimantan Utara lainnya.

Sekarang, Paroki Tarakan telah berkembang pesat dengan banyaknya pendatang. Namun, hal ini menimbulkan problema tersendiri. Pastor Paroki Tarakan, Pastor Dominikus Pareta OMI menyatakan, meski di Kalimantan, orang Dayak tidak ada disini.

Ia melanjutkan, di sini ada orang Tionghoa, Jawa, Toraja, Manado, Batak, dan Nusa Tenggara Timur. Ia menyayangkan, umat asli Kalimantan malah tidak ada. Pastor Dominikus mereflesikan, hal ini sebagai misi pastoral yang harus selalu ia kembangkan untuk mencari mereka yang merasa tersingkir dan lemah.

Oleh karena itu, program kaderisasi anak muda menjadi primadona paroki ini. Salah stau program unggulan paroki ini ialah Reli (Retret Lima Hari). Reli sudah dilaksanakan selama tiga kali di paroki ini.

Retret ini menggabungkan latihan fisik dan latihan rohani, diadopsi dari pola latihan rohani St Ignatius. Pelatihan ini memang hanya terbatas bagi 30 orang, tetapi diharapkan dapat menciptakan anak muda yang militan terhadap iman karena mereka adalah masa depan Gereja.

Pemandangan menarik lainnya, para anak muda sebelum melaksanakan latihan seperti kor dan misidinar selalu mendaraskan doa Salam Maria terlebih dahulu di hadapan patung Bunda Maria di dalam gereja. “Segi kualitas penghayatan spiritualitas memang masih kurang, tetapi kecintaan mereka terhadap Bunda Maria mampu menjadi terang harapan bagi paroki ini,” tutur Pastor Dominikus.

 

Felicia Permata Hanggu

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini