Boyke Edi Saputra Simanjuntak : Saxophone Menembus Markas Tentara

348
Boyke Edi Saputra Simanjuntak.
[NN/Dok.Pribadi]

HIDUPKATOLIK.com – Darah seni yang mengalir dalam diri Boyke membuatnya hidup. Saxophone mengantarnya ke tempat yang tak pernah terbayangkan akan ia sambangi.

Boyke Edi Saputra Simanjuntak memoles kunci saxophone dengan pasta gigi di sudut rumahnya, tepat di samping kapel St. Clara, Paroki St. Laurentius Brindisi Pematangsiantar. Dengan teliti, ia merawat alat musik yang telah mengantarnya manggung ke berbagai tempat. Beberapa tempat itu, bahkan tak pernah terbayangkan akan ia sambangi.

Sejak kecil, Boyke telah menjadi penikmat musik yang ulung. Ibunya gemar menyuarakan nada-nada indah. Meski tak pandai bernyanyi, ia mengaku kecintaannya terhadap musik terinspirasi dari sang ibu.

Boyke mempelajari alat musik tiup ini secara autodidak. Ia tidak hanya serius dalam mengasah keterampilannya, tetapi juga nyali untuk tampil. Mulanya, ia manggung dalam kegiatan Gereja. Seiring waktu, getaran merdu tiupan saxophone membawanya “menembus” markas tentara.

Saluran Emosi
Bagi Boyke, tiupan saxophone sungguh bisa menyalurkan emosi jiwanya. Bagi ayah tiga anak ini, musik adalah rasa. Bukan hanya pendengaran yang terlibat saat bermusik, tetapi hati juga turut berperan. “Taste-nya berbeda dengan alat musik lain yang pernah saya mainkan. Saya mendapati karakter saxophone yang amat kaya, mulai dari alunan nada hingga emosi yang terungkap,” katanya.

Seiring berjalannya waktu, Boyke mengembangkan sayap. Ia mulai populer di kalangan petinggi tentara, polisi dan pemerintahan Sumatra Utara. Mulanya, pemain saxophone freeline ini manggung di kompleks RINDAM 01 Bukit Barisan. Namanya kian harum di kalangan keprajuritan, meski bukan anggota tentara. “Jauh sebelum itu saya sudah manggung di KODAM, maka sudah tidak asing lagi dalam lingkungan ketentaraan. Pangdam memberi saya ‘pangkat’ dadakan sebagai sersan satu (sertu) meski saya bukan tentara dan tak berpenghasilan juga oleh pangkat itu,” imbuhnya.

Semakin lama kiprah Boyke di lingkungan ketentaraan, membuat ia kemudian mengembangkan talenta lainnya. Ia bersama dengan Brigjen Gabriel Lema mencipta lagu kesatriaan dan kepariwisataan. Salah satu yang menjadi hits dan tercetak 10 ribu keping yaitu lagu yang berjudul “Welcome to Lake Toba”. “Saya menampilkan tiga bahasa dalam lagu itu, yakni Batak, Indonesia, dan Inggris.”

Boyke melanjutkan, meski Danau Toba sudah dikenal luas, namun perlu semakin dikenal lebih luas lagi, yakni lewat musik. Lagu yang ia garap selama sebulan tersebut kian populer dan menjadi ikon senam di Kodam 01 BB dan dipakai di kalangan tentara. Lagu itu terinspirasi oleh misi ketentaraan menjaga kesatuan serta keinginan untuk mempromosikan pariwisata. “Lagu itu adalah karya sederhana sebagai upaya mendukung pemerintahan dan kepariwisataan,” tuturnya.

Danau Toba
Menurut Boyke, pariwisata bisa berkembang dengan baik jika semua orang cinta akan kekayaan negeri ini. Namun, ia melihat kurangnya perhatian masyarakat akan Danau Toba. Baginya ini adalah kesempatannya bersama dengan tentara untuk menyuarakan misi kesatuan melalui seni musik.

Lagu lainnya berjudul “Satriaku” mengungkapkan cinta tentara terhadap keluarga yang sering ditinggalkan demi bhakti negara. Ia mengungkapkan cinta yang selalu dijaga meski jarak yang memisahkan mereka dengan keluarga ketika tugas negara menuntutnya.

Di lain kesempatan, Boyke diminta manggung dalam acara HUT TNI di Jakarta. Ia melanjutkan manggung dalam jamuan makan malam Kepala Staf Angkatan Darat (Kasad) Jenderal TNI Mulyono yang menjamu Kasad dari Diraja Malaysia. Tiupannya semakin terdengar di panggung lainnya. Ia tampil juga di Reuni Akbar AKMIL (AKABRI) angkatan 1990 di Magelang pada 2016 lalu. Kemudian, ia menyambangi juga Lembah Tidar, Magelang, Jawa Tengah, salah satu tempat yang tak pernah ia impikan bakal disambangi. Dalam satu bulan, paling sedikit ia manggung sebanyak sepuluh kali. Kadang di daerah, kadang lintas provinsi.

Pembina Laudamus
Ilmu dan keterampilan musik tak hanya menjadi milik Boyke. Ia menyalurkan bakatnya dengan melatih Orang Muda Katolik (OMK) di parokinya. Dalam benaknya, ia mempunyai misi agar OMK juga mencintai musik. Ini tentu demi kemajuan pelayanan Gereja dan lingkungan di mana mereka berada. Ia menggagas wadah itu dan memberinya nama “Laudamus”. Meski baru sepuluh anggota aktif yang ia bina, namun ia mendedikasikan waktu dan dirinya untuk membangun karakter OMK dengan sungguh-sungguh.

Laudames bukan tempat les, melainkan wahana mengasah emosi dan karakter OMK. Boyke masuk dalam ranah itu dan mencoba menggandeng orang-orang muda ini. “Mereka sudah tampil dalam event perarakan salib IYD Keuskupan Agung Medan dan peringatan Sumpah Pemuda setahun yang lalu.”

Pria berdarah Batak ini amat mengagumi sosok Bunda Maria. Lagu Maria dalam Bahasa Jawa, “Nderek Dewi Maria” adalah favoritnya. Ia sangat yakin akan penyertaan sang Bunda dalam setiap aksi panggungnya. Boyke berharap karya musik juga dapat menjadi sarana pembentukan karakter yang baik bagi semua orang. Menurutnya, seni musik itu indah dan bisa menyatukan semuanya. “Mungkin karena saya tinggal dekat kapel dan tidak jauh dari doa, saya selalu bisa berkarya lewat musik,” ungkapnya.

Boyke Edi Saputra Simanjuntak

Nama : Boyke Edi Saputra Simanjuntak
Lahir : Bah Jambi, Simalungun, Sumatera Utara, 23 April 1977
Istri : Eldina Egidia Sinaga

Pengalaman Aksi Panggung:
• HUT TNI, Jakarta 2017
• Reuni Akbar AKMIL angkatan 1990, Magelang 2016
• RINDAM 01 BB Sumatera Utara
• Kantor Pemerintahan Sumatera Utara
• Kegiatan Oikumene Pematangsiantar dan sekitarnya Karya
• Pencipta 10 lagu dalam Album Kesatriaan dan Pariwisata Danau Toba
• Pendiri dan Pembina Laudamus (2014 –sekarang)

Fr. Nicolaus Heru Andrianto

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini