HIDUPKATOLIK.com – Di tengah kompleksitas metropolitan, Domus Cordis hadir layaknya teratai yang tumbuh di tengah lumpur. Komunitas ini menjadi rumah bagi kaum muda yang kehilangan harapan.
Beberapa orang muda tengah asyik bercengkerama di sebuah ruangan mini bar di markas Domus Cordis, Wisma Argo Manunggal, Gatot Soebroto, Jakarta. Mereka rehat sehabis mengikuti seminar Find Your Perpose of Singleness bersama pembicara dari Faculty TOBIT, Lia B. Ariefanto, 10/2. Rumah ini merupakan rumah hati (Domus Cordis) bagi kaum muda yang didirikan sepuluh tahun silam.
Seanny Tiora, salah satu gadis yang tergerak mengikuti program Teologi Tubuh, duduk di sudut ruangan bersama beberapa temannya. Gadis yang murah senyum ini mengungkapkan bahwa ia tidak terlalu mudah percaya dengan orang lain sebelumnya. Setelah bergabung dengan TOBIT, ia mengalami perubahan. “Saya lama terkungkung dibawah bayang-bayang agar orang lain memahami saya. Selama bergabung, saya menyadari semua orang memiliki masalah dan keterbukaan mampu mengubah segalanya,” jelasnya.
Seanny, yang sudah dua tahun bergabung dengan TOBIT, lebih lanjut mengungkapkan cara pandangnya terhadap manusia pun berubah. “Saya melihat orang lain sebagai citra Allah. Kini saya bisa bergaul dengan siapapun. Saya juga bisa berdamai dengan kedua orang tua saya,” ungkap gadis yang suka menyanyi ini.
Awal Berkarya
Gaya hidup metropolitan selalu menawarkan berbagai macam kenikmatan terutama terhadap kaum muda. Mereka dibayang-bayangi kehidupan glamour, egoisme, hedonisme, relativisme, dan konsumerisme. Belum lagi kepenatan, kebisingan, dan kemacetan kota yang tidak terurai. Banyak yang terjebak dan rapuh lalu mencari tempat pelarian seperti narkoba, minuman keras, dan hiburan malam.
Di tengah kompleksitas itu, Domus Cordis hadir layaknya teratai yang tumbuh di tengah lumpur. Komunitas ini menjadi rumah bagi kaum muda yang kehilangan harapan. Domus Cordis lahir untuk menjadi To Days Apostoles, untuk menginspirasi kaum muda agar lebih dekat dengan Kristus. Komunitas ini lahir oleh himbauan Pastor Yohanes Subagyo dan didukung Vikaris Episkopal Keuskupan Agung Jakarta Pastor Andang L. Binawan SJ.
Komunitas ini memiliki beberapa program yang profesional. Di antaranya TOBIT, Life Teen Indonesia, Spes Cordis, Youth Mission for Life, Inspire, Flamma Ublising, Flamma Cordis serta berbagai inisiatif kerasulan di dunia digital. Gereja menggandeng Komunitas Domus Cordis, mengadakan sebuah rangkaian kampanye kemurnian seksual berdasarkan pengajaran teologi tubuh dari Santo Yohanes Paulus II yang diberi nama True Love Celebration tahun 2010. Di akhir kegiatan, diresmikanlah sebuah badan pewartaan yang diberi nama Theology of the Body InsighT yang disingkat dengan TOBIT.
TOBIT merupakan salah satu program yang sangat peduli terhadap tubuh manusia. TOBIT menginspirasi orang muda menghidupi teologi tubuh Yohanes Paulus II. Teologi tubuh adalah rangkaian pengajaran atau katekese yang diwartakan oleh Yohanes Paulus II selama lima tahun awal masa kepausannya setiap hari Rabu di Vatikan.
Dalam ajarannya, TOBIT menjawab kegelisahan kaum muda mengenai makna tubuh manusia, arti cinta yang sejati, dan seksualitas generasi muda. Teologi tubuh memusatkan pada makna cinta yang sesungguhnya. Tubuh manusia tidaklah menjauhkan manusia dari Allah, perkawinan memiliki makna ilahi, keperempuanan dan kelelakian merujuk pada gambar dan citra Allah.
Yohanes Paulus II menyimpulkan teologi tubuh adalah cinta manusia dalam rencana Ilahi. TOBIT sendiri menjadi salah satu workshop dalam rangkaian kegiatan World Youth Day.
Kordinator TOBIT Siska Gunawan mengatakan, menjadi anggota TOBIT sangat membantu dalam memahami tubuh manusia. Ia mendapatkan pemahaman yang lebih jelas bagaimana membawa diri lebih dekat dengan Tuhan dan sesama. “Di komunitas ini saya dan teman-teman bersama-sama menjaga kesetiaan dan komitmen bahwa tubuh adalah karya terindah dari Allah dan kami harus menghargainya,” ujarnya.
Ia menjelaskan, ajaran tentang teologi tubuh ini telah mengubah banyak orang di komunitas ini. “Jika sebelumnya ada yang suka minuman beralkohol sekarang sudah berhenti, ada juga teman-teman yang temperamental dan telah berubah menjadi tenang. Sekarang banyak orang yang lebih menghargai tubuhnya sendiri,” paparnya.
Satu Jam Saja
TOBIT selalu mengajarkan pentingnya berdoa kepada setiap anggotanya. Doa membantu untuk lebih menghargai tubuh karena tubuh adalah bait Allah oleh karena itu muliakan Allah dengan tubuh. (Bdk 1 Kor 6:12-20).
Komunitas ini mewajibkan anggotanya berdoa selama sejam sehari. Kewajiban ini pada dasarnya tidak hanya berlaku bagi anggota TOBIT tetapi untuk seluruh anggota Domus Cordis. Berdoa satu jam sehari tidak harus mutlak sekali berdoa. Ini dapat dilakukan dengan pembagian waktu seperti berdoa setiap 15 menit berarti empat kali sehari. Atau pembagian sepuluh menit berarti enam kali sehari untuk mengisi 60 menit.
Berdoa merupakan tantangan bagi awam yang menghadapi hiruk pikuk Jakarta. Sebagian besar anggota TOBIT adalah awam yang memiliki kesibukan masing-masing. Selain itu anggota-anggota menyebar di seluruh Jakarta. Awalnya sangat susah karena banyak anggota yang mengeluh ketika harus mengisi satu jam berdoa itu. Setelah melalui proses yang panjang, banyak yang berhasil dan merasa senang dengan pencapaiannya.
Siska menjelaskan, dalam hidup doa TOBIT mengajarkan untuk berdoa di mana pun selama memungkinkan. “Berdoa sangat membantu kami dalam menghadapi kesulitan termasuk saat di jalan. Ini dilakukan bukan hanya membantu untuk fokus tapi juga untuk terhindar dari amarah dan kekecewaan yang tentu saja merusak tubuh itu sendiri.”
Iwan Rahardjo, sebagai Ambasador Domus Cordis , sering menghadapi kemacetan dengan berdoa rosario. “Saya sering terjebak macet berjam-jam. Saya memutuskan berdoa rosario agar tidak marah dan stres dengan keadaan. Setelah berdoa saya merasa tenang dan aman,” katanya.
Bijak Bermedia
Anggota TOBIT merupakan generasi millenial yang sangat eksis di dunia virtual. Media sosial seringkali menyajikan konten negatif seperti hoax, pornografi, radikalisme, bahkan merusak rumah Pancasila. TOBIT hadir mensosialisasikan bagaimana menggunakan media sosial dengan bijak. Selain itu membentuk kontra-literasi dalam rangka melawan konten-konten negatif.
Dalam seluruh rangkaian kegiatannya, TOBIT melibatkan media sosial untuk mengomunikasikan iman Katolik, mengirimkan quote dari santo-santa, artikel rohani, mengunggah video yang terkait dengan nilai-nilai Kristiani, doa, dan pujian yang bertujuan menggerakan kaum muda kepada Kristus.
Siska mengatakan TOBIT selalu mengajarkan, menghidupi, serta mempraktikan dalam kehidupan sehari-hari bagaimana mengendalikan diri sesuai dengan ajaran Gereja Katolik. TOBIT telah mengajarkan kepada kami bahwa carilah kerajaan Allah terlebih dahulu,” imbuhnya.
Willy Matrona