Paus Masa Perpecahan Antiokhia

1024
Gambar Paus Siricius yang tersimpan di Museum Nasional de Arte Antiga, Lisbon, Portugal.
[wikipedia.org]

HIDUPKATOLIK.com – Masa kepausannya diwarnai dengan konflik perebutan takhta di kepatriarkan Antiokhia. Dia dikenal sebagai Paus yang gigih menegakkan ortodoksi dan disiplin Gereja.

Namanya Siricius. Ia seorang Katolik saleh berdarah Romawi. Ayahnya warga Roma yang bernama Tiburtius. Ia lahir sekitar tahun 334. Sejak kecil, Siricius sudah mulai masuk dalam kehidupan pelayanan Gereja. Berdasarkan inskripsi yang tertulis di makamnya, ia menjadi lektor, kemudian diakon Keuskupan Roma pada masa Paus Liberius (310-366).

Setelah Paus Damasus I (304-384) wafat, Siricius terpilih sebagai penggantinya dan ditahbiskan sebagai Uskup Roma pada 17 Desember 384. Sementara itu, Ursinus (†381)–yang telah menjadi Antipaus pada masa Paus Damasus I–masih hidup dan tetap berusaha mempertahankan klaim kepausannya.

Kaisar Romawi, Valentinianus II (371-392) menunjukkan rasa hormatnya kepada uskup baru Roma yang baru saja terpilih karena kesalehan hidupnya. Hal itu ia sampaikan kepada Pinian melalui sebuah surat tertanggal 23 Februari 385. Dukungan Kaisar Valentinianus II ini membuat otoritas Paus Siricius semakin kuat dan tidak terpengaruh oleh Antipaus Ursinus.

Empat Faksi
Ketika bertakhta (384-399), Paus Siricius menghadapi perpecahan Kepatriarkan Antiokhia di Timur. Tahun 360-361, pada masa awal Patriark Meletius (†381) naik takhta di Antiokhia, terjadi saling klaim takhta antara empat faksi. Pertama, Patriark Meletius yang didukung mayoritas kelompok di Antiokhia, yang disebut Faksi Meletian.

Faksi ini awalnya tidak mendapat dukungan dari Roma dan Aleksandria karena dinilai berbau semi-Arianisme. Arianisme adalah paham yang mengajarkan bahwa Yesus Kristus ada karena diperanakkan oleh Allah. Yesus adalah ciptaan pertama, “yang sulung” (Roma 8:29; Kolose 1:15-20)–berarti Yesus tidak kekal karena pernah tidak ada dan baru ada setelah diciptakan Allah. Paham ini diajarkan oleh Arius (250-336), seorang imam Aleksandria, Mesir; dan berkembang di seantero dunia kekristenan. Gereja mengutuk paham ini karena tidak sesuai dengan doktrin Gereja mengenai Trinitas dan Kristologi. Dalam Konsili Nicea (kini Iznik, Turki) tahun 325, ajaran Arius dinyatakan bidaah. Gereja mengajarkan bahwa Yesus Kristus sungguh Allah, sungguh manusia, yang sehakikat dengan Allah Bapa dan Roh Kudus.

Meskipun tidak mendapat dukungan Roma dan Aleksandria, Patriark Meletius tetap mempertahankan takhtanya hingga wafat; dan secara berturut-turut digantikan oleh Patriark Flavianus I (320-404), Patriark Porphyrus (†412), dan Patriark Aleksander yang bertakhta pada 412-417. Tahun 399, pada masa Patriark Flavianus I, faksi ini mendapat dukungan penuh dari Roma dan Aleksandria. Oleh karena itu, tahun 415, Patriark Aleksander berhasil menyelesaikan perpecahan Gereja Antiokhia.

Kedua, Faksi Homoian yang mendapat dukungan dari Kaisar Romawi yang berkuasa di Timur, Valens (328-378). Faksi ini mengangkat Euzoius sebagai Patriark Antiokhia pada 361-378 dan digantikan oleh Patriark Dorotheus yang bertakhta pada 378-381. Faksi ini kemudian berakhir karena sangat kental berbau Arianisme.

Ketiga, Faksi Eustathian, yaitu pengikut Patriark Eustathius yang memegang Takhta Antiokhia pada 324-330. Patriark Eustathius dipaksa mundur dari takhtanya pada 327. Paksaan ini disebabkan oleh sikapnya yang keras melawan Arianisme yang memunculkan polemik sengit dengan Uskup Agung Konstantinopel, Mgr Eusebius dari Nicomedia (†341). Tahun 330, ia pun secara resmi dilengserkan melalui Sinode Antiokhia dengan tuduhan perselingkuhan. Gerakan pelengseran ini didukung oleh kaisar. Awalnya, faksi Eustathian ini mendapat dukungan penuh dari Kepatriarkan Aleksandria dan Roma dan menganggap mendiang Eustathius sebagai Patriark Antiokhia yang sah. Ketika Patriark Meletius dari Faksi Meletian berkuasa, Faksi Eustathian mengangkat Paulinus II (†388) sebagai Patriark Antiokhia pada 362-388; lalu diganti oleh Patriark Evagrius pada 388-393. Keempat, Faksi Apollinaris, yang diprakarsai oleh Mgr Apollinaris (†382), Uskup Laodicea (kini menjadi gelar Uskup Tituler Laodicea in Syria). Laodicea sekarang bernama Lattakia, adalah salah satu kota pelabuhan terbesar di Suriah. Mgr Apollinaris mengangkat dan mentahbiskan
Vitalis sebagai Patriark Antiokhia pada 376. Patriark Vitalis awalnya merupakan loyalis Patriark Meletius, tapi akhirnya membelot karena mendapat dukungan penuh dari Mgr Apollinaris.

Konflik tersebut terjadi karena perpecahan empat kelompok yang sama-sama mengklaim Takhta Antiokhia, dan berlangsung selama lebih dari 50 tahun (361-415). Skisma ini dapat diselesaikan pada masa Aleksander, Patriark Antiokhia (412-417) dari faksi Meletian.

Disiplin Gerejani
Paus Siricius dikenal memiliki perhatian besar terhadap disiplin gerejani dan hukum Gereja yang dipakai sebagai panduan bagi kaum klerus dan awam. Ia menggelar Sinode di Roma pada 6 Januari 386. Sinode ini mengukukuhkan sembilan hal terkait disiplin dan hukum Gereja, seperti pentahbisan uskup, selibat, dll. Hasil Sinode Roma ini juga disampaikan Paus Siricius kepada para uskup di Afrika Utara dan kepada para uskup di berbagai tempat lain yang tidak dapat menghadiri sinode.

Paus Siricius mewajibkan seluruh Gereja untuk berjibaku melawan gerakan bidaah yang berkembang saat itu. Kala itu, ada seorang rahib berdarah Roma, Jovinianus (†405). Dia mengajarkan untuk menolak praktik berpuasa, pekerjaan-pekerjaan baik, dan keutamaan hidup selibat. Ajarannya tersebar dan sebagian rahib di Roma mengikuti ajarannya. Lalu tahun 390-392, Bapa Suci menggelar Sinode Roma. Dalam sinode itu, Jovinianus dan delapan pengikutnya diekskomunikasi dari Gereja.

Keputusan sinode itu dikirimkan oleh Paus Siricius kepada seorang sahabatnya, St Ambrosius (340-397), Uskup Agung Milan, Italia. St Ambrosius, yang menjadi Uskup Agung Milan pada 374-397, lalu menggelar sinode para uskup Italia utara.

Lawan Bonosianisme
Tahun 390, bersama St Ambrosius, Paus Siricius menertibkan ajaran menyimpang Uskup Sardica (kini Keuskupan Sofia e Plovdiv, Bulgaria), Mgr Bonosus. Mgr Bonosus dinilai sesat dalam ajaran mengenai dogma Trinitas karena ia menyangsikan keallahan Yesus. Ia juga mengajarkan bahwa Bunda Maria adalah perempuan yang tidak sepenuhnya perawan.
Menurutnya, setelah melahirkan Yesus, Bunda Maria masih melahirkan lagi saudara-saudari Yesus.

Teguran keras Paus Siricius tidak digubris Mgr Bonosus. Uskup sesat ini masih menjalankan tongkat kegembalaan dengan mentahbiskan imam dan uskup di wilayahnya. Menanggapi hal ini, Paus Siricius akhirnya memerintahkan Mgr Anysius, Uskup Agung Thessalonika (384-407), Yunani bersama para uskup di Illyricum yang wilayahnya berbatasan dengan Keuskupan Sardica menggelar sinode dan menyelesaikan kasus Mgr Bonosus. Illyricum adalah daerah di sebelah barat laut Semenanjung Balkan atau di pantai timur Laut Adriatik (kini meliputi daerah Albania utara, Kosovo, Montenegro, Bosnia-Herzegovina, pesisir pantai Kroasia, Serbia dan sebagian kecil Hungaria). Illyricum kini menjadi gelar Uskup Agung Tituler Siscia. Dengan dipimpin Mgr Anysius, para uskup di Illyricum menggelar sinode dan mengutuk ajaran Mgr Bonosus. Nama Paus Siricius terkait erat dengan sebuah basilika di atas makam St Paulus di Via Ostiensis, yang direstorasi oleh Kaisar Valentinianus II. Basilika ini dikonsekrasi oleh Paus Siricius tahun 390. Nama Paus Siricius masih dapat ditemukan di salah satu pilar basilika, yang selamat dari kebakaran tahun 1823.

Paus Siricius wafat di Roma pada 26 November 399. Jenazahnya dimakamkan di Katakombe St Priscilla di Via Salaria, Roma. Setelah wafatnya, Gereja menghormatinya sebagai orang kudus (santo). Namanya dimasukkan dalam Martirologi Romawi oleh Paus Benediktus XIV (1675-1758). Gereja memperingatinya setiap 26 November sesuai dengan tanggal wafatnya.

R.B.E. Agung Nugroho

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini