Teguh dan Militan

459
[Dok.katakanlah.com]

HIDUPKATOLIK.com – Ada pertunjukan korupsi atas nama cinta negeri, pertengkaran para wakil rakyat atas nama cinta demokrasi, polemik para kontraktor atas nama cinta pembangunan. Perbuatan atas nama cinta, tetapi kontradiksi dengan makna cinta sejati, karena berujung pada kehancuran bangsa.

Banyak yang putus asa, ketika perjuangan mengungkap kebenaran dipelintir dan diputar-balikan oleh penguasa oportunis. Penyakit yang dipertahankan dan diabsolutkan oleh para oportunis itu tidak boleh didiamkan oleh rakyat.

Rakyat lewat berbagai organisasi harus mengeraskan suaranya untuk mengingatkannya. Rakyat tidak boleh membiarkan apa lagi mengamini. Mereka makin membentuk sepak-terjangnya untuk menjadi oportunis, sehingga mereka perlu dijewer.

Penguasa oportunis ini bukan cuma soal uang rakyat yang mereka gunakan untuk pelesiran berskala nasional maupun lokal, tetapi juga megakorupsi yang hampir terintegrasi kedalam semua perangkat yang ada di dalamnya.

Termasuk manuver, manipulasi hingga perilaku kehidupan berpolitik yang diperagakan. Sementara rakyat yang adalah pemegang mandat yang sesungguhnya, menolak korupsi.

Dalam praktik sering kali ditemukan upaya pembenaran terhadap penerimaan upeti atau hadiah. Berkembangnya adagium “tidak boleh menolak rejeki” semakin memperkuat kebiasaan tersebut, hingga nyaris menjadi perilaku keseharian, termasuk dalam hal pelayanan publik di masyarakat; sehingga kita mengenal dengan beberapa istilah seperti uang terimakasih, uang lelah, uang kopi, dan lain-lain.

Pembenaran menggunakan alasan kebiasaan, adat istiadat merupakan dalih pembenaran diri sang koruptor. Korupsi terus bertumbuh dan menghasilkan bibit-bibit unggul melalui regulasi-regulasi yang lahir non-prolegnas, tidak sesuai dengan program legislasi nasional.

Besar harapan kita sebagai Bayangkara Gereja dan Tanah Air, seluruh kader Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), agar menyingkirkan keegoisan dalam diri dan mulai berbela rasa antar sesama kita.

Mulai menyebarkan sikap humanis dan menjadi intelektual sejati yang mampu menyemarakan. Selain itu juga mampu menggaungkan slogan kepedulian bagi kader PMKRI yang terus berjuang, kader yang tidak tumpul nuraninya, serta terus berjuang atas nama umat dan rakyat. Namun perlu disadari, mestinya selalu terjadi auto kritik. Demikian pula kita pun dapat jatuh pada hal-hal yang sama, yang pernah kita kritisi atau kita perjuangkan.

Yang tidak kita inginkan di negeri ini adalah terjadi perselingkuhan antara sang oportunis dan pragmatis, yang dapat melahirkan seorang anak bernama penelantaran. Mari kita menjadi kader yang tetap memegang teguh nilai kristianitas, intelektualitas, dan fraternitas.

Martinus Laga Muli
(Anggota biasa PMKRI cabang Maumere St.Thomas Morus; Ketua Presidium PMKRI cabang Maumere St Thomas Morus periode 2016/2017)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini