Air Lourdes, Panggilan Surgawi

5257
Pastor Julius Salettia.

HIDUPKATOLIK.com – Penampakan Bunda Maria kepada St Bernadette Soubirous hendaknya disikapi sebagai panggilan pertobatan bagi semua orang.

Lourdes seakan tak habis kisah. Tempat ziarah favorit bagi umat Katolik seluruh dunia ini menjadi saksi sejuta cerita yang dialami para peziarah. Beberapa tahun terakhir, sedikitnya delapan juta peziarah pernah mengunjungi tempat ini setiap tahun. Secara popular, Lourdes dikenal dengan air yang ditemukan oleh St Bernadette Soubirous di dasar Gua Massabielle. Semua ini bisa terjadi karena petunjuk Bunda Maria yang menampakkan diri kepadanya di tempat itu sebanyak 18 kali, dari 11 Februari hingga 16 Juli 1858. Para peziarah meyakini, air Lourdes dari mata air Bernadette, memiliki kekuatan penyembuhan yang luar biasa.

Di atas jejak Bernadette, peziarah akan menemukan hal yang lebih mengagumkan melebihi mukjizat kesembuhan melalui air Lourdes, yang dialami beberapa orang “yang beruntung”. Bersama Bernadette, para peziarah dituntun agar bisa berjumpa, mendengar, dan melaksanakan pesan Maria. Melalui jejak Bernadette pula, para peziarah menemukan, sesungguhnya yang terjadi di Lourdes adalah hal yang persis dikatakan St Paulus dari Tarsus kepada orang-orang Korintus. “Apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada yang memegahkan diri di hadapan Allah” (1Kor. 1: 27-28).

Perempuan Pilihan
Ada kisah yang menarik dari perjumpaan dua perempuan pilihan ini. Ketika Wanita Surgawi menampakan diri, Bernadette mengalami rahmat khusus. Bernadette bersaksi, “Aku melihat dia, seorang wanita berpakaian putih. Ia mengenakan gaun putih, kerudung putih senada, dan ikat pinggang biru, serta mawar kuning pada setiap kakinya.”

Bunda Maria menampakkan dirinya kepada seorang gadis belia yang tak terpandang, serta tidak masuk hitungan dalam masyarakat. Maria memilih tempat pembuangan sampah, kotor, dingin, lembab, pengap, gelap, sunyi, serta menjijikkan. Tempat itu, bagi masyarakat sekitar adalah “gua babi”. Di tempat itu, Bernadette berjerih payah untuk hidup setiap hari, melintasi tumpukan sampah dan kotoran menjijikkan. Kepada Bernadette, Bunda Maria menunjukkan janji besar tentang keselamatan.

Inilah yang terjadi di Lourdes, sebuah mukjizat paling mengherankan di dunia. Allah mengutus Maria kepada seorang gadis desa yang lugu, miskin pendidikan, miskin harta, dengan kondisi kesehatan fisik yang rapuh dan sakit-sakitan. Ia menerima pesan, perintah dan janji Maria dengan kesederhanaan iman, ketaatan kasih, ketekunan, serta ketabahan. Kenyataan ini menggemakan ucapan syukur Tuhan Yesus. “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu” (Luk 10: 21).

Bunda Maria mengajak, memberi petunjuk, menyampaikan pesan kepada gadis lugu ini agar membuka diri bagi rahmat Allah, sekaligus melaksanakan pesan Injil dan mengamalkan panggilan hidup Kristiani. Bunda Maria memintanya untuk datang lagi ke tempat yang sama. “Bolehkah Anda berbaik hati untuk datang ke sini selama lima belas hari?” Selama hari-hari penampakan itu, Bunda Maria menunjukkan cara membuat tanda salib dengan baik dan benar.

Bernadette dituntun masuk dalam esensi iman Kristen dan kepenuhan misteri penyelamatan manusia. Maria meminta Bernadette menggali sumber air dan meminum air, serta mencuci diri dari sumber itu, mencium tanah dan makan rumput pahit sebagai penitensi untuk para pendosa. Ia meminta Bernadette menyampaikan pesannya kepada pastor paroki agar mendirikan sebuah kapel di tempat itu, agar umat datang untuk prosesi dengan membawa lilin bernyala.

Dari perjumpaan tersebut, gadis itu telah belajar membuat tanda salib dan pengakuan imannya akan Yesus yang tersalib. Ia juga menggali dan menemukan sumber air serta minum dan berbasuh sebagai ungkapan penerimaan karunia hidup dan penyucian diri. Atas perintah Maria, ia mencium tanah dan makan rumput pahit demi penitensi bagi pertobatan para pendosa. Ia meyakinkan pastor paroki akan pentingnya perayaan Ekaristi dan prosesi lilin.

Pada 25 Maret, Maria memperkenalkan identitas dirinya sebagai “Yang Dikandung Tanpa Noda” (Immaculata Conceptio). Dalam bahasa Occitan, “Que soy era Immaculada Councepciou”, ‘Akulah yang dikandung tanpa noda’. Penampakan terakhir, Kamis 16 Juli 1858, Bernadette bersaksi, “Aku hanya melihat Sang Perawan jelita. Aku belum pernah melihatnya seanggun itu.” Ia diberi kesempatan mengenal identitas Maria sebagai yang dikandung tanpa noda, artinya, bahwa dari awal hidupnya, Maria adalah rahmat Allah semata.

Di Lourdes, Bernadette telah berjumpa dengan Maria. Ia memandang wajah, mengenal nama, dan melihat contoh doanya serta mendengarkan pesannya. Di tempat ini, ada perjumpaan antara penduduk bumi yang hina dan melarat, dengan ratu surga yang mulia. Semua yang dikatakan Maria dibuat Bernadette, sekaligus sebagai esensi peziarahan di Lourdes hingga kini.

Jalan Surga
Penampakan Maria telah mengubah hidup Bernadette dan reputasi di sekitar gua tersebut, bahkan keadaan hidup seluruh Lourdes. Semua pengalaman perjumpaan itu telah mengubah seorang penduduk kota kecil itu, menjadi jalan peziarahan bagi banyak orang, menuju surga. Maria menunjukkan kepadanya, bahwa kebahagiaan hidup, sesungguhnya tak dapat dituntaskan di dunia ini.

Bernadette yang hina dina, kini telah ditinggikan menjadi orang kudus. Gua Massabielle dari tempat sampah menjadi tempat yang dirindukan banyak peziarah. Bernadette telah menjadi orang suci, dan “gua babi” itu telah menjadi tempat suci. Lourdes sendiri dari kota kecil yang sunyi, kini menjadi kota yang paling banyak dikunjungi orang asing, setelah Paris. Bahkan, nama Lourdes lebih banyak disebut dan dinyanyikan orang-orang Katolik melebihi kota Paris.

Peristiwa penampakan Maria kepada Bernadette sudah 160 tahun. Tetapi penampakan itu bukan untuk membawa pewahyuan baru. Pesannya menggema kembali untuk mengingatkan manusia akan semangat Injil. Sampai hari ini, Maria tetap memanggil dan mengajak setiap orang, untuk membuat tanda salib dengan benar, bertobat dan menyucikan diri, penitensi, merayakan Ekaristi, menyalakan lilin, dan membuat prosesi.

“Nyonya” jelita yang berpakaian putih selama 18 kali penampakan berbicara sedikit saja, tapi mengajarkan banyak hal. Pesan Injili sangat jelas dan sederhana, berlaku sah untuk setiap waktu dan bagi setiap orang: Allah mengasihi kita sebagaimana adanya. Keindahan dari penampakan di Lourdes justru terletak dalam kesederhanaan: kesederhanaan doa yang mengikat semua dalam satu persaudaraan. Kesederhanaan menjadikan Lourdes sebuah tempat ziarah bagi banyak orang dalam rangkulan kasih Sang Perawan. Di tempat ini, ada hiburan dan harapan, ada syukur dan kegembiraan, ada duka dan tangisan.

Perjalanan ziarah hidup bersama Maria “Yang Dikandung Tanpa Noda” tidak pernah berakhir ketika peziarah meninggalkan Lourdes. Esensi ziarah dengan Immaculata Conceptio bukanlah dalam perjalanan ke Lourdes. Sesungguhnya ziarah Lourdes ada dalam kesediaan mendengarkan, mencintai, dan melaksanakan pesan Maria. Hidup menurut pesan Maria merupakan perjalanan ziarah hidup yang membuat manusia menjadi suci.

Dalam hal doa, perlu berubah dari penghayatan doa sebagai kewajiban sambil lalu, menjadi saat perjumpaan dengan Allah. Dalam perjumpaan itu, seorang pendoa bukan gentar tetapi bangga menyerukan nama Allah dan segera bertobat. Dalam hal ini, tuntunan katekese mengenai doa resmi Gereja, khususnya Ekaristi tetap mendesak. Selain itu, tobat dan penitensi bukan sebagai acara musiman persiapan Natal dan Paskah. Tetapi tindakan radikal berbalik dan meninggalkan jalan serta cara hidup yang keliru. Untuk itu, penitensi menjadi latihan berjalan dijalan hidup yang baru, dalam ziarah dari seorang pendosa menjadi kudus. Penitensi perlu dimengerti bukan sekadar hukuman atas doa pribadi dan dosa pendosa lain, tapi menjadi laku terapi yang memulihkan dan menyembuh kerusakan dalam diri peniten.

Prosesi lilin dan kapel mengingatkan hakikat hidup Gereja sebagai umat Allah yang berziarah. Perlu mengembalikan liturgi sebagai perayaan umat, agar tak ada yang tergusur jadi penonton, bahkan menjadi orang asing dan aneh. Liturgi butuh hal yang paten dan tetap, demi spontanitas rasa memiliki dan ada di rumah sendiri. Para pembawa homili perlu berbicara dengan pesan yang jelas untuk membangun praktik hidup yang benar dan kudus.

Setiap orang juga perlu membudayakan kesederhanaan mulai dari lingkungan Gereja, dengan berani memangkas segala bentuk kemewahan dan triumfalisme, serta menghindari setiap bentuk megalomania. Biasanya, antusiasme rohani yang didapat di Lourdes menguap tanpa bekas, ketika para peziarah berputar-putar di Galeria Lafayette. Peziarah pulang sebagai pelancong dengan menenteng tastas branded Hermes, Louis Vuiton, Longchamp, dan lupa semua pesan dan permintaan serta janji Bunda Maria Immaculata Conceptio, untuk menjadi sederhana, rendah hati, dan tabah di dunia ini, karena kebahagian hidup harus kita tuntaskan di dunia akan datang.

Pastor Julius Salettia
Dosen Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng

2 KOMENTAR

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini