Ketika ATMI Solo Diejek

2713
Pembicara dari kiri ke kanan: Pastor Tibortius Agus Sriyono SJ, A. Bobby Pr, William Wirakusuma, dan Budi Pras (moderator).
[Foto:Novi Misgi]

HIDUPKATOLIK.com – Politeknik ATMI Surakarta sebagai sebuah lembaga pendidikan vokasi mendapat pujian dari pemerintah, kalangan industri, dan juga masyarakat umum. Alumninya semua terserap menjadi karyawan. Bahkan, sebelum lulus pun sudah dipesan jauh-jauh hari oleh banyak perusahaan.

Prestasi yang gemilang itu ternyata tak terlepas dari ejekan dari beberapa orang. “ATMI itu bagus tapi hanya menghasilkan sedikit lulusan tiap tahunnya. Lalu kalau jumlah seperti itu, bagaimana bisa memperbaiki pendidikan vokasi di Indonesia,” aku Direktur Politeknik ATMI Surakarta, Pastor Tibortius Agus Sriyono SJ.

Hal ini disampaikan Pastor Agus dalam diskusi buku biografi mantan Direktur ATMI, Pastor Johann Balthasar Casutt SJ di Gedung Kawan Lama, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (23/3-2018). Dalam diskusi ini hadir pula A. Bobby Pr (penulis buku biografi Romo Casutt) dan William Wirakusuma (alumnus ATMI). Acara yang dihadiri oleh alumni ATMI dan praktisi pendidikan ini dilakukan dalam rangka pesta emas lembaga pendidikan yang dikenal dengan nama ATMI Solo ini.

Diskusi buku biografi Romo Casutt SJ, dihadiri alumni dan praktisi pendidikan di Surabaya, Jawa Timur.
[Foto:Novi Misgi]
Untuk tahun ajaran 2017-2018 ini ATMI akan meluluskan 210 mahasiswa. Angka ini jauh di bawah kebutuhan lembaga pendidikan vokasi dan kalangan industri terhadap lulusan ATMI untuk menjadi pengajar atau karyawan. Romo Agus, begitu biasa dipanggil, berharap ATMI dapat menampung 1.000 mahasiswa.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencapai tujuan itu. ATMI yang selama ini membuka program Diploma III, turut membuka program Diploma IV. Nantinya juga akan dilanjutkan dengan membuka program S-1 dan S-2 Terapan. “Dengan demikian semakin banyak lulusan ATMI  dapat menjadi pengajar dan karyawan di berbagai perusahaan. Ini sesuai dengan tema pesta emas kita, yaitu: Kobarkan Api Semangat Pendidikan Vokasi,” tambah Romo Agus.

Kelas Dua
Sementara Bobby dalam paparannya menyampaikan sejarah pendidikan vokasi atau kejuruan yang telah lama berlangsung di Indonesia. Pendidikan kejuruan yang pertama tercatat tahun 1536 didirikan oleh Portugis.

Kemudian Belanda membuat Akademi Pelayaran pada tahun 1743. “Meskipun pendidikan vokasi telah berumur panjang di Nusantara tetapi masih dianggap sebagai pendidikan kelas dua. Masyarakat menganggap STM sebagai ‘Sekolah Tawuran Menengah’. SMK menjadi ‘Selesai Mau Kemana,” ujar Bobby yang disambut tawa oleh para peserta diskusi.

Lebih lanjut Bobby melihat sosok Romo Casutt sebagai peletak pendidikan vokasi yang tepat di Indonesia. Sistem pendidikan vokasi yang tidak menguntungkan, mendorong Romo Casutt mengadopsi sistem pendidikan vokasi di Swiss. Ketika bantuan asing mulai berkurang, Romo Casutt tidak patah arang. Pria kelahiran Swiss tersebut, kemudian membuat terobosan yang sesuai dengan kondisi Indonesia.

Hasilnya, lulusan ATMI tidak ada yang menjadi pengangguran. Kalangan pengusaha siap menampung karena lulusan ATMI memiliki kualitas yang tinggi dan siap bekerja karena dapat memenuhi standar dunia industri. “Romo Casutt punya prinsip: lebih baik menyalakan sebuah lilin dari pada mengutuk kegelapan,” ujar pria yang menjadi pemimpin redaksi majalah Hidup ini.

Bukan Kultus
Kehadiran buku biografi yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas ini, menurut Romo Agus, bukan untuk mengkultuskan Romo Casutt. Melainkan melanjutkan karya Romo Casutt yang telah meletakkan konsep pendidikan vokasi di Indonesia.

Sejak memimpin ATMI Solo, Romo Casutt (1971-2000) terlibat dalam peningkatan siswa-siswa STM dan pendirian berbagai politeknik pula. Selain itu, Romo Casutt juga mendirikan ATMI Cikarang.

Perhatian Romo Casutt terhadap pendidikan vokasi ini menjadi tanggung jawab keluarga besar ATMI untuk memajukan pendidikan vokasi di Indonesia. Tanggung jawab ini secara nyata telah diberikan kepada ATMI dari pemerintah.

Secara khusus, Wakil Presiden Jusuf Kalla bersama tiga menteri terkait telah melakukan studi banding pada November lalu. “Salah seorang pejabat pernah mengatakan kepada saya: Bapak Romo kalau bicara kondisi politeknik, pada umumnya saya itu pesimis, tapi kalau melihat ATMI saya jadi optimis lagi,” ujar Romo Agus yang disambut tawa peserta diskusi.

Novi Misgi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini