Keluarga, Injil Hidup Masa Kini

490
Berjalan Bersama: Paus Fransiskus memimpin Misa pembukaan Sinode Keluarga.
[catholicphilly.com]

HIDUPKATOLIK.com – Paus Fransiskus dan 191 uskup, kardinal, dan patriak menggelar Sinode di Vatikan untuk mencari dan menemukan model pastoral yang menjawab kebutuhan keluarga masa kini.

Keluarga zaman ini menghadapi aneka rintangan. Anggota keluarga ditantang untuk saling berkomunikasi setiap waktu, terutama di saat terjadi hambatan kerja, ekonomi, dan perbedaan paham dalam mendidik anak. Belum lagi masalah-masalah lain seperti kecanduan alkohol, pornografi, dan social network, yang saban hari terus mengintai. Pun banyaknya anggota keluarga yang harus bermigrasi karena kemiskinan dan perang.

Masalah dan tantangan inilah yang menjadi pembahasan 191 Bapa Sinode yang terdiri dari para uskup, kardinal, dan patriark dalam Sinode Keluarga yang berlangsung di Vatikan, Roma, 5-19 Oktober 2014. Sebanyak 38 bapak dan ibu yang berkecimpung dalam Kerasulan Keluarga dan 16 ahli turut berpartisipasi dalam Sinode Luar Biasa bertajuk “Tantangan Pastoral Keluarga dalam Konteks Evangelisasi” ini. Gereja Indonesia diwakili oleh Ketua Konferensi Wali gereja Indonesia (KWI), Mgr Ignatius Suharyo.

Berjalan Bersama
Paus Fransiskus membuka Sinode dengan Perayaan Ekaristi yang dihadiri oleh hampir seluruh peserta Sinode. Mereka datang dari seluruh penjuru dunia, mem bawa pengalaman dan harapan keluarga dari masing-masing negara.

Pada saat berjalan menuju altar, Paus berhenti sejenak di dekat reliqui Santa Teresa dari Liseux, reliqui kedua orang tuanya, Beato Louis Martin dan Beata Marie-Azélie Guérin, dan reliqui pasangan suami-istri Beata Maria Corsini dan Beato Luigi Beltrame Quat tro cchi. Ketiga reliqui diletakkan secara khusus pada kesempatan pembukaan Sinode.

Sidang Sinode berawal pada Senin, 6/10. Paus mengajak semua peserta untuk berbicara secara jelas dan mengatakan apa yang dirasa dengan bebas. Ia mengundang semua untuk menjunjung semangat Sinode dengan mengatakan apa yang di hadapan Tuhan dirasa harus dikatakan. Paus menegaskan lagi agar dalam Sinode ini dijalankan dengan sikap sebagai para saudara dalam Tuhan: “parlare con parresia e ascoltare con umiltà, berbicara dengan bebas dan mendengarkan dengan rendah hati”.

Dalam sambutannya di sidang hari pertama, Sekretaris Umum Sinode, Kardinal Lorenzo Baldisseri, mengutip ungkapan Paus pada hari-hari awal usai ia dipilih sebagai penerus tahta Petrus: camminare, edificaree confessare, berjalan, membangun, mengakui. “Berjalan bersama inilah makna dari synodos, synodus, Sinode”, tutur Kardinal Baldisseri.

Injil Keluarga
Sinode berjalan dengan bertolak dari Relatio ante disceptationem, Laporan Sebelum Diskusi. Laporan ini berisi jawaban atas kuesioner dari Paus yang diedarkan ke setiap keuskupan pada awal tahun 2014. Laporan itu memuat gagasan bahwa Sakramen Perkawinan telah membentuk keluarga dan sukacita bagi Gereja dan dunia. Karena itu, sukacita keluarga, Injil keluarga –Vangelo della famiglia– layak dipelihara. Sebab keluarga merupakan sekolah kemanusiaan, sekolah kemasyarakatan, sekolah hidup menggereja, dan sekolah kesucian.

Keluargalah yang membentuk Gereja. Mereka adalah subjek evangelisasi dan inkulturasi Injil. Mereka bukanlah objek pastoral. Dilandasi oleh kasih sejati yang mengarah pada kesatuan, keluarga terbuka pada hidup dan melahirkan kehidupan baru. Ia terbuka untuk menyambut anak dan menyambut sesama.

Salah satu awam yang ikut dalam sinode, Alice Heinzen, menyatakan bahwa pasangan yang berpisah perlu mendapatkan perhatian khusus dari Gereja. Demikian juga anak-anaknya. Menurutnya, anak-anak dari pasangan yang berpisah juga dicintai oleh Tuhan, seperti juga semua Bapa Sinode. keluarga-keluarga dipanggil untuk menjadi Injil Keluarga. Untuk itu pendampingan dan pastoral keluarga tidak dapat ditunda-tunda agar semangat berkeluarga terus membara.

Menanggapi pertanyaan seputar keterbukaan keluarga-keluarga pada hidup baru dan pengaturan kelahiran, Alice mengemukakan metode KB alami. Metode ini berjalan baik saat pasangan suami-istri mempelajari dan memahaminya secara baik. Suami Alice, Jeffry Heinzen, yang juga hadir dalam Sinode menggarisbawahi tumbuhnya sikap saling percaya ketika mereka menjalankan metode ini. “Ketika pasangan saling memahami siklus kesuburan, kepercayaan mereka tumbuh. Pasangan tidak sekadar mencari pernikahan yang baik tetapi juga mulia; suami akan menjaga istrinya bahagia selama-lamanya”, tutur Direktor Family Planning dari Keuskupan La Cross, Amerika Serikat.

Kerja Berlanjut
Setelah minggu pertama lewat, para peserta sinode mendengarkan hasil kerja bersama. Hasil itu berwujud Relatio Post Disceptationem, Laporan Setelah Diskusi. Di awal minggu kedua Sinode, Kardinal Péter Erd”o mempresentasikannya di hadap an seluruh anggota Sinode. Relatio ini membahas tiga segi: mendengarkan keluarga, mengarahkan pandangan pada Kristus, menanggapi problem. Sinode mendengarkan keluarga sebagai warisan amat ber harga, rahim sukacita, jalinan cinta yang mendalam. Keluarga didengar dengan segala kompleksitas dan problematikanya. Gereja perlu memberi harapan dan makna hidup keluarga zaman ini sambil terus memperkenalkan ajaran iman sekaligus belas kasih.

Gereja mengarahkan pandangan pada Kristus dalam mendengarkan seluruh kenyataan keluarga-keluarga. Kristus sendiri memberi teladan sambil menjumpai saudara-saudari-Nya dengan kesabaran dan belas kasih. Sambil mengindahkan ajaran luhur iman tentang perkawinan, Gereja ditantang untuk memandang keluarga-keluarga yang terpisah sambil terus meneladan Kristus yang sinar-Nya menembus kegelapan setiap pribadi dan keluarga.

Akhirnya, Gereja menanggapi problem-problem keluarga dengan mengedepankan sikap untuk ‘tidak menghakimi’ tetapi ‘menyembuhkan kelemahan manusiawi’. Dalam mendampingi keluarga yang terluka solusi bijak bukanlah sikap tutto o niente, semua atau tidak sama sekali. Sikapnya adalah dialog: setia pada Injil keluarga dan dalam waktu yang sama berbelas kasih. Pendekatan ini diharapkan mampu membantu keluarga menjadi lebih baik dan mampu menjadi saksi sukacita injili.

Pesan Sinode
Sinode menghasilkan sebuah pesan yang mendapatkan voting 158 suara setuju dari seluruh 174 suara pemilih pada Sidang Sabtu Pagi, 18 Oktober 2014. Pesan dialamatkan kepada segenap keluarga di belahan dunia dan secara khusus kepada mereka yang mengikuti Kristus sebagai Jalan, Kebenaran, dan Hidup.

Isi pesannya berawal dari gambaran Kitab Wahyu sewaktu Yesus Kristus mengetuk pintu rumah. Ada yang tidak membuka pintu, ada yang membuka. Di sini kebebasan dan rahmat berperan. Bisa saja beberapa keluarga tidak membuka pintu dan tetap duduk di sekitar meja, dalam problem, dalam kegelapan mereka. Tetapi bagi mereka yang membuka pintu, Kristus masuk dan menjadi satu dari anggota keluarga. Ia duduk dan makan bersama mereka. Apa yang ditemukan Kristus dalam keluarga?

Pertama problem atau kegelapan. Problem pasangan suami istri dan keluarga: awalnya disebut kesetiaan kasih antar pasangan yang kadang jatuh dalam krisis; selanjutnya kelelahan fisik, sakit, menjadi tua, anggota yang meninggal; akhirnya disebut kesulitan ekonomi,pengangguran, migrasi untuk mencari kerja, pengungsi, perang, anak-anak yang dilecehkan, eksploitasi perempuan.

Kedua, terang. Keluarga membawa terang. Dalam pesan Sinode digambarkan sebuah ideal keluarga yang dapat disumbangkan kepada dunia: perjumpaan antara dua insan, keajaiban dalam saling mencinta, pertunangan, perkawinan, kelahiran, iman dalam keluarga, komunikasi iman, Injil Keluarga, keterbukaan keluarga kepada kasih untuk sesama. Pesan ini mengajak keluarga-keluarga menjadi terang dalam dialog dan kesatuan. Ekaristi mengungkapkan kesatuan dengan Allah dan sesama, pasangan yang cerai dan menikah lagi perlu mendapat pendampingan pastoral khusus.“Yang sangat khas dari Keluarga Kristen adalah ekaristi. Pesan Sinode mengenang bahwa pada tahap pertama Sinode mereka telah merefleksikan pendampingan pastoral bagi mereka dan melihat kesempatan mereka menerima sakramen-sakramen,” urai Kardinal Gianfranco Ravasi pada Konferensi Pers (18/10).

Pada sidang terakhir Sinode, Paus Fransiskus mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak. Ia mengungkapkan bahwa semua telah melakukan Sinode dengan semangat ‘berjalan bersama’. Ia juga mengingatkan adanya godaan untuk jatuh dalam sikap keras dengan berpegang pada apa yang tertulis saja dan tidak terbuka pada kejutan Tuhan. Selain itu ada juga cobaan untuk menyia-nyiakan warisan iman yang luhur serta kurang memperhatikan realitas zaman ini.

Paus Fransiskus menutup sinode ini dengan menegaskan, “Sekarang dengan discernment  rohani yang sungguh-sungguh, kita masih memiliki satu tahun untuk mematangkan gagasan yang disampaikan dan menemukan solusi-solusi konkret untuk banyak masalah dan banyak tantangan yang harus dihadapi keluarga-keluarga; juga untuk memberi tanggapan pada banyak kecemasan yang meliputi dan mencekik keluarga-keluarga.”

Sinode ditutup dengan perayaan Ekaristi pada Minggu, 19/10. Dalam Misa itu, Paus Fransiskus juga membeatifikasi Paus Paulus VI, tokoh yang melahirkan Sinode Para Uskup pada 1965.

Yohanes Risdiyanto MSF

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini