HIDUPKATOLIK.com – Tingkat partisipasi politik umat Katolik meningkat. Selain memperjuangkan bonum commune, mereka juga harus memegang teguh Ajaran Sosial Gereja (ASG).
Keterlibatan umat dalam ranah politik merupakan bagian dari kehidupan iman. Gereja memiliki tanggung jawab terhadap perkembangan dan perjalanan bangsa ini. Demikian ditegaskan Ketua Komisi Kerasulan Awam Konferensi Waligereja Indonesia (Kerawam-KWI) Mgr Yustinus Harjosusanto saat ditemui di wisma para uskup di Jakarta, Selasa malam, 4/11.
Berikut petikannya:
Apakah Surat Gembala 2014 ikut mendorong partisipasi umat dalam Pemilu?
Kerawam KWI belum bisa mengukur tingkat partisipasi umat dalam Pemilu 2014. Karena, tingkat partisipasi umat kan tak cukup dengan Surat Gembala. Ada faktor lain yang mempengaruhi keterlibatan umat.
Hasil Pemilu legislatif, secara kuantitas umat Katolik di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memang menurun dibandingkan periode sebelumnya. Tapi, di daerah-daerah, saya mendengar kabar, justru terjadi peningkatan.
Meski demikian, saya melihat, dalam proses Pemilu, masih dijumpai money politic. Tentu ini sangat memprihatinkan. Money politic ini juga terkait dengan persoalan kemiskinan.
Bagaimana mendorong umat agar terus berpartisipasi dalam mengkritisi pemerintah?
Partisipasi untuk turut mengkritisi masih sangat kurang, karena banyak warga yang tidak memiliki akses untuk melakukan kritik. Selain itu, tingkat kritis masya rakat masih rendah. Maka, pada masa mendatang, pendidikan politik harus terus digalakkan.
Tapi, satu hal yang tak bisa dikesampingkan adalah peristiwa yang terjadi di DPR baru-baru ini. Situasi di DPR membuat orang menjadi skeptis, bahkan apatis terhadap politik. Ini pendidikan politik yang tidak baik.
Tapi, di DPR ada umat Katolik. Bagaimana mereka harus bersikap?
Pesan yang paling penting untuk mereka yang duduk di parlemen adalah mereka harus memperjuangkan bonum commune (kesejahteraan umum). Kepentingan politik kelompok; partai politik atau koalisinya, harus dikesampingkan.
Tapi persoalannya memang tak mudah, karena mereka telah masuk dalam lingkaran kepentingan kelompok tertentu, sehingga seperti tidak memiliki daya menggeser kepentingan kelompok ke kepentingan yang lebih luas.
Sementara, di dalam kabinet hanya ada satu umat Katolik. Bagaimana hal ini ditanggapi?
Menurut saya, ranah politik, terutama komposisi kabinet, sebaiknya dilepaskan dari ranah agama. Saya kira, Pak Jonan masuk dalam kabinet bukan karena dia beragama Katolik. Tapi, memang dia pantas masuk dalam kabinet.
Kaderisasi politik seperti apa yang dikembangkan pada masa mendatang?
Yang penting untuk disadari saat ini adalah, umat Katolik harus selalu bersiap diri untuk mengambil bagian dalam struktur pemerintahan. Kaderisasi yang dikembangkan saat ini lebih bersifat natural, artinya melihat potensi dan minat umat untuk masuk dunia politik.
Sikap dasar seperti apa yang harus dipegang umat Katolik menghadapi situasi politik lima tahun mendatang?
Sebagai umat Katolik, termasuk yang berk arya dalam ranah politik, haruslah memegang Ajaran Sosial Gereja (ASG). Pertama, penghormatan terhadap martabat manusia. Kedua, memperjuangkan hak asasi manusia. Ketiga, semangat solidaritas. Keempat, tata nilai. Saya kira tepat yang diungkapkan Paus Fransiskus bahwa uang menjadi berhala zaman ini. Semua diukur dengan uang, sehingga berbagi menjadi kata yang asing. Kelima, keadilan. Harus ada pressureyang kuat, agar keadilan diwujudkan. Keadilan juga menjadi syarat utama perdamaian.
Y. Prayogo