Suster Penyelamat Kaum Yahudi

375
Beata Sára Salkaházi.

HIDUPKATOLIK.com – Ayahnya meninggal saat usianya dua tahun. Ia menjadi guru, wartawan, dan akhirnya menyerahkan diri secara total kepada Tuhan.

Keluarga Leopold sedang dibalut kegembiraan. Pemilik Hotel Salkaház di Kota Kassa, Hungaria (kini: Kosice, Slovakia) itu beroleh rahmat yang ia nanti-nantikan. Pada 11 Mei 1899, bayi perempuan lahir. Leopold dan istrinya, Klotild Salkahazin, menamainya Sára Schalkházi.

Leopold tak punya banyak kesempatan menimang Sára. Ia meninggal kala Sára masih berusia dua tahun. Tanpa sang ayah, gadis kecil itu menyaksikan perjuangan ibunya dalam membesarkan dirinya dan dua saudaranya. Kesaksian hidup sang ibu itu membentuk pribadi Sára menjadi gadis yang gigih dan amat peka terhadap prinsip-prinsip keadilan sosial di sekitarnya. Ia tak menyia-nyiakan perasan keringat ibunya. Sejak kecil, Sára berjibaku menjalani pendidikan dengan serius. Tak heran, ia dijuluki “si cerdas” oleh orang-orang di kampung halamannya.

Masa Orientasi
Usai tamat pendidikan, Sára mengajar selama setahun di sebuah Sekolah Dasar di Kosice. Kemelut politik tak memungkinkan dirinya untuk terus mengajar. Tak hilang akal, ia mulai terjun dalam pelayanan bagi masyarakat marjinal, terutama kaum perempuan. Hari-harinya ia gunakan untuk mendekatkan diri dan terlibat dalam aneka persoalan kemiskinan.

Pengalaman demi pengalaman berbaur bersama kaum papa membuat Sára kian peka terhadap masalah ketidakadilan, terutama yang dialami kaum perempuan. Saat itu, dorongan kuat untuk menuliskan apa yang ia alami bersama kaumnya mulai merekah. Tanpa ragu, ia pun memutuskan menjadi wartawan. Talentanya dalam menulis melahirkan sejumlah novel yang menyuarakan tentang masalah sosial, seperti kemiskinan, moralitas, dan ketidakadilan.

Namun, profesi wartawan tak kunjung membuatnya puas dalam usaha menyuarakan perjuangan kaumnya. Sára lalu mulai menyadari, dirinya dipanggil untuk karya yang lain. Tak disangka, Tuhan telah memanggil dan memikat hatinya untuk mendedikasikan totalitas cintanya kepada Kristus melalui pelayanan terhadap orang miskin. Tahun 1929, Sára bergabung dengan Society of the Sisters of Social Service. Setahun kemudian, ia mengikrarkan profesi pertama, dan memilih “Alleluya” sebagai moto kaulnya.

Beberapa hari sebelum berkaul, Sára menulis dalam catatan harian: “Ya Yesusku, aku tidak akan berada di sini jika Engkau tidak mengulurkan tangan-Mu untukku, membantu dalam semua kekacauan hidupku sebelumnya. Ya Yesus, terimalah aku dalam kebaikan-Mu! Kristusku, aku adalah milik-Mu selamanya. Tuhan, biarkanlah cinta ini menjadi kekuatan dan menuntunku selamanya. Amin. Alleluya!”

Usai berikrar setia, Sr Sára menerima perutusan perdana untuk melayani di Kantor Amal Katolik Kosice. Dalam tugas perdananya itu, ia mengawasi dapur umum untuk 500 anak miskin. Dalam kesibukannya, ia masih melanjutkan kegemarannya menulis. Kelak, buah penanya itu dikompilasi dalam sebuah buku berjudul “Perempuan Katolik”.

Siap Diutus
Sesuai hasil Konferensi Para Uskup Gereja Katolik di Slovakia, Sr Sára ditugaskan untuk mengkoordinir semua kelompok perempuan Katolik ke dalam Asosiasi Perempuan Katolik Nasional. Di tengah perutusan berat itu, ia tetap meluangkan waktu untuk menulis. Di sisi lain, ada masalah menghampirinya. Atasannya meragukan panggilan dan menolaknya membarui kaul. Ia amat terpukul.

Meski demikian, Sára tetap hidup sebagai biarawati. Berbagai rintangan itu justru memurnikan cintanya kepada Allah dan kepada anggota komunitasnya. Pada masa sulit ini, ia menulis demikian, “Terus mencintai, bahkan ketika sulit, ketika hatiku mengeluh, ketika aku merasa ditolak! Ya, ini adalah keinginan Tuhan! Aku akan mencoba; aku akan memulai walaupun aku bisa gagal, hingga aku pantas mencintai. Tuhan Allah telah memberiku kasih karunia, dan aku harus bekerja dengan rahmat itu.”

Cinta kepada Allah yang bergelora itu membuatnya siap diutus dan ditugaskan di mana saja. Maka, ketika para suster Benediktin yang berkarya di Brazil minta tenaga, Sr Sára siap diutus. Pada 27 Juli 1937 ia menulis, “Aku ingin mengikuti- Mu di manapun Kau membawaku, dalam kebebasan, dengan suka rela dan suka cita. Patahkanlah kehendakku! Biarkan kehendak-Mu di dalamku! Aku tak ingin membuat rencana sendiri… Biarkan rencana-Mu terjadi dan melalui aku, tak peduli seberapa sulitnya nanti! Aku ingin mencintai kehendak-Mu. Aku ingin menjadi satu dengan-Mu, kekasihku, mempelaiku.”

Perang Dunia II tidak memungkinkan Sr Sára bermisi ke Brazil. Namun, ia tetap diutus bermisi, merasul sebagai pekerja sosial di wilayah miskin sebelah Timur Laut Hungaria (kini: Ukraina). Pada Hari Raya Pentakosta 1940, ia mendapat kesempatan berkaul kekal. “Alleluya. Ini aku. Tuhan, utuslah Aku!”

Rela Berkorban
Usai kaul kekal, Sr Sára menerima tugas baru menjadi Direktur Nasional Gerakan Wanita Pekerja Katolik Hungaria. Sekitar 10 ribu anggota yang tersebar di 15 keuskupan bergabung dalam gerakan ini.

Melalui tulisan, Sr Sára menawarkan gagasan pada anggotanya agar tidak terpengaruh ideologi Nazi. Selain itu, ia membuka beberapa asrama demi keamanan bagi kaum pekerja perempuan yang belum menikah di Budapest, Hungaria. Ia juga mendirikan balai kerja bagi kaum perempuan, dengan misi agar para perempuan menyadari hak dan tanggung jawab mereka.

Sejak munculnya Nazi pada 1938, situasi menjadi kian sulit. Muder pendiri tarekat, Sr Margaret berjuang melawan Nazi. Demikian juga, Sr Sára merasa Kristus memangggilnya untuk melawan Nazi. Ia menyadari bahaya yang akan menimpa komunitasnya.

Pada 19 Maret 1944, tentara Jerman menduduki Hungaria. Sejak saat itu, Sr Margaret membuka rumah biara untuk memberi perlindungan bagi orang Yahudi. Sr Sára aktif dalam perjuangan ini. Ia juga membuka asrama untuk menampung para korban penganiayaan. Tak disangka, seorang pekerja perempuan mengkhianatinya. Ia melaporkan bahwa Sr Sára menampung orang-orang Yahudi.

Tentara Jerman menculiknya, pada 27 Desember 1944. Ia diculik bersama seorang katekis yang membantunya. Sebelum berdiri dan mengikuti para penculik, ia pergi ke kapel dan bersujud di hadapan Sakramen Mahakudus.

Selang beberapa tahun, seorang prajurit Nazi mengaku di hadapan pengadilan bahwa Sr Sára dan sang katekis dibawa ke tepi Laut Danube. Di tempat itulah keduanya ditelanjangi dan ditembak. Sebelum dieksekusi, Sr Sára sempat membuat tanda salib, lalu membiarkan dirinya ditembak. Tubuh mereka tak pernah ditemukan.

Karena teladan hidup, kesaksian iman, dan perjuangannya terhadap kemanusiaan, Paus Benediktus XVI mengesahkan dekrit kemartirannya pada 28 April 2006. Sr Sára digelari Beata dalam upacara Beatifikasi di Basilika St Stefanus Budapest, 17 September 2006. Misa dipimpin Uskup Agung Esztergom-Budapest, Hungaria, Kardinal Péter Erd. Kemartirannya diperingati tiap 27 Desember.

Celtus Jabun

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini