Utamakan Dialog

132

HIDUPKATOLIK.com – Di tengah hangatnya persoalan kemanusiaan yang menimpa warga etnis Rohingya di Myanmar, Paus Fransiskus berinisiatif mengunjungi dua negara di Asia yaitu Myanmar dan Bangladesh. Kunjungan ini membuat banyak orang khawatir jika Paus mengungkit soal penyebutan Rohingya yang berkaitan dengan sekitar 620 orang warga etnis Rohingya yang kini mengungsi di Bangladesh akibat operasi militer Myanmar pada Agustus 2017 lalu.

Kekhawatiran itu juga muncul dari Uskup Agung Yangon, Myanmar, Kardinal Charles Maung Bo SDB yang meminta agar Paus tidak menyebut-nyebut kata Rohingya dalam kunjungan tersebut. Banyak pihak khawatir jika kata Rohingya disebut akan memicu sentimen rakyat Myanmar kepada etnis Rohingya yang sejak 1982 dihapus dari daftar kewarganegaraan dan menyebut mereka sebagai “Bengalis” atau imigran ilegal dari Bangladesh.

Kekhawatiran banyak pihak ini dijawab Paus Fransiskus dengan tidak menyebut sama sekali kata Rohingya dalam lawatan di Myanmar. Dalam pertemuan dengan Pemimpin Sipil Myanmar, Aung San Suu Kyui di Nyapyidaw, Selasa, 28/11, Paus menyinggung krisis yang terjadi dengan mengatakan bahwa krisis kemanusiaan di Myanmar sudah gawat. Ia juga menegaskan bahwa, “Kedamaian hanya bisa dicapai melalui penghormatan akan hak asasi dan keadilan. Termasuk kepada setiap etnis dan identitas mereka”.

Paus bisa bersikap hati-hati dalam kunjungan ini, dan tidak menyudutkan para pimpinan Myanmar. Kepada Suu Kyi, ia juga tidak bersikap menyalahkan karena ia paham bahwa situasi Myanmar memang pelik. Pemerintahan sistem demokrasi yang terjadi, juga masih dalam masa transisi dan menghargai proses penanganan yang sedang berjalan.

Peristiwa kunjungan ini mengingatkan kita akan kunjungan Yesus kepada Zakheus. Yesus tidak mengumbar keburukan Zakheus ketika singgah ke rumahnya. Yang terjadi, malah tumbuh sikap tobat dari dalam diri Zakheus dan ia berjanji akan berbuat baik. “Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat” (Luk 19:8).

Dalam pidato pertemuan dengan Paus, Suu Kyi menyadari bahwa krisis Rakhine merupakan salah satu tantangan yang sedang dihadapi pemerintahannya. Ia berjanji akan berusaha membangun pemerintahan berlandaskan perdamaian dan melindungi hak, toleransi, serta memastikan keamanan setiap etnis yang ada di Myanmar.

Bagi Paus, perjumpaan harus dibangun agar terjadi dialog, sehingga pesan perdamaian dapat disampaikan dan untuk mengatasi masalah pada masa sekarang, menurutnya, kurang tepat jika diatasi dengan cara kekerasan dan senjata. Diperlukan dialog untuk menjembatani masalah yang ada.

Pesan Paus ini sesuai dengan cita-cita para Bapa Konsili Vatikan II dalam Gaudium et Spes (GS). Untuk mencapai perdamaian dunia diperlukan dialog dengan sesama manusia, “Terpanggil oleh panggilan manusiawi dan ilahi yang sama, kita harus bekerjasama dalam perdamaian yang sejati untuk membangun dunia tanpa kekerasan dan tanpa tipu muslihat” (GS art. 92).

Redaksi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini