Siap Siaga Menghadapi Bencana

122
Kerja sama: Tim Banjir Paroki Cengkareng bersama peserta dari Paroki Grogol, Tomang dan Bojong Indah menurunkan perahu karet saat latihan di Waduk Citra 8, Jakarta Barat, Minggu 1/2.
[NN/Dok. Tim Banjir]

HIDUPKATOLIK.com – Hampir setiap tahun Jakarta dilanda banjir. Banyak masyarakat yang menjadi korban. Gereja tak tinggal diam, membantu para korban dengan segala cara.

Sebagai kota metropolitan dan ibu kota Indonesia, Jakarta tak luput dari bencana. Di kota ini, hampir setiap tahun dilanda banjir. Situasi tersebut cukup meresahkan dan kadang memaksa warga yang bermukim di kawasan rawan banjir untuk mengungsi. Berbagai usaha memang telah dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menanggulangi. Usahanya antara lain: Perbaikan drainase, normalisasi kali serta waduk, dll. Namun usaha tersebut belum maksimal menghadapi banjir setiap musim hujan tiba.

Musibah ini, tentu bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Seluruh masyarakat termasuk umat Katolik diharapkan berpartisipasi untuk mengatasi. HIDUP merekam kiprah dua paroki di Keuskupan Agung Jakarta (KAJ), yakni St Bonaventura Pulomas dan paroki Trinitas Cengkareng. Keduanya memiliki tim yang siap membantu korban bencana.

Membentuk Jaringan
Dari sekian banyak titik lokasi di Jakarta yang terkena genangan banjir, Pulomas merupakan salah satunya. Kawasan ini, terkhusus area sekitar gereja selalu tergenang banjir setiap kali musim hujan. Melihat kondisi itu, pada tahun 2002 sejumlah aktivis Paroki Pulomas berinisiatif membentuk tim penanggulangan banjir. Setelah terbentuk, setiap tahun mereka terlibat membantu umat yang terkena musibah banjir. Tahun 2007 mereka memberi nama kelompok ini Bonaventura Rescue (Bonar). Kini anggotanya berjumlah 20 orang.

Ketua Bonar, Yohanes Eko Wahyu Nugroho menegaskan bahwa fokus utama kelompok ini adalah membantu dan menyelamatkan umat yang tinggal di daerah rawan banjir. Namun mereka juga terbuka untuk membantu umat paroki lain atau masyarakat yang membutuhkan.

Untuk memudahkan Bonar dalam memberikan bantuan, mereka sudah memetakan wilayah rawan banjir. Untuk koordinasi di lapangan, mereka juga membuat jaringan komunikasi dengan ketua lingkungan dan wilayah. Saat terjadi banjir, Eko biasanya langsung menghubungi jaringannya ini untuk mengetahui kondisi umat. “Kami selalu siap ketika ada umat yang membutuhkan,” tegasnya.

Saat musim hujan tiba, Bonar juga selalu memantau situasi dan memeriksa perahu karet serta peralatan lainnya untuk bersiap mengevakuasi korban jika dibutuhkan. Saat membantu korban mereka selalu berhati-hati. “Jangan sampai kita yang menolong malah jadi korban,” tandas Eko saat ditemui HIDUP di gereja Pulomas, Sabtu, 31/1. Ia mengaku, gerakan ini memang membutuhkan pengorbanan, baik waktu maupun tenaga. Umat lingkungan St Maria ini pun berharap setiap paroki di KAJ juga keuskupan lain yang rawan bencana memiliki seksi lingkungan hidup yang khusus menangani bencana. Peran mereka tidak hanya khusus untuk parokinya. Saat banjir tahun 2013, Bonar membantu umat di Paroki St Maria de Fatima Toasebio, Jakarta Barat. Ketika gempa bumi dan tsunami mengguncang Mentawai, Sumatra Barat tahun 2010, salah satu anggota Bonar, Jeffry Edward Charles Tambahani juga menjadi relawan.

Ia bergabung dengan Karitas Padang. Jeffry mengaku, tantangan yang dihadapi selama di Mentawai cukup berat. Untuk sampai ke lokasi ia bersama rombongan naik kapal, melewati badai dan hujan. Kendati demikian, ia memaknai aksi kemanusiaan ini sebagai bagian dari perutusan murid Kristus. Sebelumnya, pada tahun 2006, Bonar juga terlibat dalam membantu korban gempa bumi di Yogyakarta.

Untuk melatih kesiapsiagaan, setiap tahun Bonar mengadakan latihan penyelamatan korban banjir. Dalam latihan itu, mereka didampingi tim Search And Rescue (SAR) Polda Metro Jaya dan dibekali pelatihan disaster management.

Aktivitas Bonar didukung oleh Komisi Pelayanan Sosial Ekonomi (PSE) paroki Pulomas yang selalu terlibat dalam karya dan membiayai kegiatan mereka.

Latihan Bersama
Selain Paroki Bonaventura, Paroki Trinitas Cengkareng, Jakarta Barat juga mempunyai tim khusus untuk menanggulangi bencana. Tim itu diberi nama Tim Banjir. Menurut ketua Tim Banjir Vincentius Jantoni, kelompok ini terbentuk pada tahun 2007.

Jantoni yang dihubungi HIDUP via telepon, Selasa, 3/2, menjelaskan bahwa dalam rangka meningkatkan kesiapan umat untuk menghadapi bencana, Tim Banjir yang terdiri dari 40 orang ini pernah menggelar latihan bersama tiga paroki di Dekanat Barat II KAJ. Tiga paroki itu yakni Paroki St Kristoforus Grogol, Maria Bunda Karmel Tomang dan St Thomas Rasul Bojong Indah. Mereka mengadakan latihan di Waduk Citra 8, Jakarta Barat, Minggu, 1/2. Tim Banjir yang sebelumnya pernah dilatih oleh TNI ini, didapuk sebagai pendamping pada latihan bersama itu. Dalam kegiatan, mereka dilatih mulai dari hal sederhana, seperti mengangkat perahu karet dari darat ke air, cara mendayung, evakuasi korban, dll. Selain latihan fisik, mereka juga dilatih mentalnya.

Saat ini, Tim Banjir mempunyai dua perahu karet yang siap digunakan setiap kali membantu korban banjir dan relawan terlatih. Untuk menjadi relawan dibutuhkan komitmen kuat. Umat lingkungan St Skolastika ini mengaku senang terlibat dalam Tim Banjir. “Tugas ini sebagai bentuk pelayanan saya,” ungkap Jantoni.

Celtus Jabun

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini