Berjuang Demi Pendidikan Buah Hati

182
Pasutri F.X. Samsiana - Susana Sri Sutati.
[HIDUP/Maria Pertiwi]

HIDUPKATOLIK.com – Pasutri ini tak lelah berjuang untuk hidup keluarga dan sekolah anak-anak. Pasutri ini, keduanya lulusan SMA. Mereka berbulat tekad menyekolahkan anak-anak hingga perguruan tinggi. Pendidikan anak, nomor satu!

Sejak kanak-kanak hingga menyelesaikan pendidikan SMA, Susana Sri Sutati menghabiskan harinya di kota kelahirannya, Karanganyar, Surakarta, Jawa Tengah. Sri, demikian sapaannya, sulung dari enam bersaudara. Ia lahir dari keluarga Muslim.

Ketika duduk di bangku SMP, Sri belajar di sekolah Katolik di Jumapolo, Karanganyar. Kala itu, ketertarikannya pada agama Katolik mulai bersemi, berawal dari melihat teman-teman berlatih koor. “Senang ya, mereka yang Katolik bisa ikut latihan koor, bisa bernyanyi bersama …,” kenang Sri.

Seiring waktu, Sri makin ingin mengenal agama Katolik. Orangtua dan saudara-saudaranya tidak melarang. Menginjak kelas 3 SMP, Sri dibaptis. “Bapak saya tidak pernah mengharuskan anak-anak dan keluarganya menganut agama atau kepercayaan tertentu. Kami diberi kebebasan,” ungkapnya. Kemudian hari, sang ibu pun menganut agama Kristen.

Tak Henti Berjuang
Setamat SMA pada 1985, perempuan kelahiran 15 Maret 1964 ini memutuskan hijrah ke Jakarta. Dari saudaranya, ia mendapat tawaran bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) di kediaman orang asing. Sri, terdorong ingin mendapat penghasilan sendiri langsung mengiyakan. Sejak saat itu hingga sekarang, ia menjadi PRT di kediaman orang asing yang tinggal di Indonesia. Sekarang ia bekerja sebagai PRT part timer, sekitar 4-5 jam sehari di beberapa rumah atau apartemen. Sri bekerja membersihkan rumah atau apartemen, dan memasak.

“Biasanya, dari pagi hingga sore. Sekitar setengah tujuh malam, saya biasanya sudah sampai di rumah. Ya, karena majikan saya bule, saya harus ngomong dengan Bahasa Inggris. Sedikit-sedikit saya bisa. Lama-lama saya jadi terbiasa,” katanya sambil tersenyum.

“Saya juga jadi belajar memasak masakan dari berbagai negara. Mereka mempunyai buku resep di rumahnya. Dari situ saya belajar memasak masakan negara lain. Saya juga diberi buku resep masakan negara- negara di Asia, selain Indonesia,” tutur Sri, lantas menunjukkan buku tersebut.

“Saya bersyukur karena majikan saya baik. Mereka sangat menghargai saya. Mereka tidak merendahkan saya. Bahkan, waktu anak saya yang pertama ulang tahun, ketika masih kecil dulu, majikan saya datang ke rumah bersama anaknya yang seusia anak saya untuk merayakan ulang tahun anak saya,” kisah Sri.

Pada 1990, Sri berkenalan dengan F.X. Samsiana. Waktu itu Sri sering mengikuti Misa di Gereja St Yohanes Penginjil Blok B, Jakarta Selatan. Sam, demikian sapaannya, bekerja di sebuah restoran tak jauh dari Gereja Blok B. Sam kerap melihat Sri melintas di depan tempatnya bekerja.

“Dia sering lewat sini untuk mengikuti Misa pada Minggu pagi. Dia sering mengenakan baju merah. Setiap Minggu pagi, saya selalu menunggu dia lewat,” kenang Sam, yang juga seperti Sri, menerima Sakramen Baptis ketika kelas 3 SMP ini.

Suatu hari, Sam memberanikan diri untuk membuntuti Sri dan mengajaknya berkenalan. Pertemuannya dengan Sam, seakan menjadi jawaban atas doa Sri. “Waktu itu, saya punya pacar, tapi beda agama. Saya ikut Misa, dia menunggu di depan gereja. Saya berdoa mohon kepada Tuhan semoga ditunjukkan yang terbaik. Saya ingin menikah dengan yang seiman,” kisah Sri.

Setelah menjalani masa pacaran beberapa bulan, Sri dan Sam menikah pada 7 Juli 1991. Mereka dikaruniai dua anak laki-laki. Sam saat ini bekerja sebagai satpam di Syariah Mandiri. Demi mencukupi kebutuhan keluarga dan biaya pendidikan dua buah hati mereka, Sri tetap berusaha untuk bekerja. Sri dan Sam ingin anak-anaknya bisa mengenyam pendidikan tinggi. “Bapak dan Ibu mereka hanya tamat SMA biasa. Mereka harus bisa mendapat pendidikan yang lebih baik … jangan seperti kami,” ujar Sri.

Setamat SMA, Sri sebenarnya ingin sekolah lanjut. Tetapi, tidak ada biaya. Dari pengalaman inilah, Sri berprinsip, berharap, dan berupaya sekuat tenaga agar anak-anaknya tidak mengalami nasib seperti dirinya. “Kami memang orang tidak punya, tapi kami berjuang, entah bagaimana caranya agar anak-anak bisa bersekolah. Pendidikan anak adalah nomor satu. Seberat apapun pekerjaan, kami jalani,” lanjut Sri.

Ketika putra sulung mereka, Andre, lulus SMP dan mendaftar di SMA Pangudi Luhur Van Lith, Muntilan, Jawa Tengah, Sri dan Sam menyimpan kekhawatiran. Pun ketika mengetahui bahwa Andre dinyatakan lulus tes masuk SMA Van Lith. “Awalnya kami takut, apakah bisa membayar sekolah Andre atau tidak. Puji Tuhan kami diberi jalan,” ungkap Sam.

Senantiasa Bersyukur
Sri dan Sam tak henti bersyukur atas anugerah Tuhan bagi keluarga mereka. Sri dan Sam terus berjuang untuk bisa menyekolahkan anak-anak mereka. “Pendidikan anak-anak menjadi prioritas kami. Meskipun kami hanya kuli, kami ingin anak-anak kami bisa sampai kuliah, mendapat pendidikan yang baik,” tandas Sri.

Kini, Andre telah memasuki semester VIII Jurusan Kriminologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP-UI). Sementara Toni, adik Andre, duduk di bangku kelas 3 SMP Strada Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Ia juga telah diterima di SMA Van Lith, mengikuti jejak kakaknya.

“Saya tidak menyangka, dia bisa diterima juga. Puji Tuhan,” ujar Sam. “Saya yakin, ini terjadi karena kuasa Tuhan yang begitu besar bagi keluarga kami, sehingga anak-anak boleh balajar di sekolah yang bagus,” imbuh Sri.

Dalam menghadapi tantangan dan permasalahan hidup berumah tangga, Sri dan Sam berserah kepada kehendak Tuhan. “Saya dan suami yakin, Tuhan senantiasa menyertai kami. Dia telah memilih kami untuk mengikuti panggilannya, Tuhan pasti bantu …. Doa menjadi kekuatan kami juga. Dalam kesulitan apapun, kita akan merasa lega dengan sendirinya setelah berdoa. Tuhan akan membukakan jalan,” ujar Sri penuh keyakinan.

Di celah kesibukan kerja, Sri berusaha untuk tetap terlibat dalam kegiatan di lingkungan dan masyarakat. Umat Lingkungan St Paulus 5, Wilayah St Paulus, Paroki Ratu Rosari Jagakarsa, Jakarta Selatan ini, mengikuti Misa di lingkungan, doa Rosario, pendalaman iman, ziarah, family gathering, dan kegiatan gerejani lainnya. Sri juga tercatat sebagai peserta Kursus Evangelisasi Pribadi (KEP) Angkatan VIII Paroki Jagakarsa. Saat ini, ia juga ikut berlatih koor, mempersiap kan tugas pada Tri Hari Suci.

Demikian juga Sam. Meskipun harus bekerja mengikuti jadwal shift, ia berusaha sebisa mungkin terlibat dalam kegiatan Gereja. “Saya memang tidak selalu ikut, tergantung masuk pagi atau malam. Kalau pas masuk pagi, saya bisa ikut kegiatan di lingkungan usai pulang kerja,” jelas Sam.

Sri dan Sam terus berharap, bersama-sama mereka sanggup mengantar anak-anaknya meraih cita-cita. “Semoga mereka bisa menyelesaikan pendidikan mereka, berhasil, sukses, dan bisa mendapat pekerjaan yang baik. Saya percaya, Tuhanlah yang mengatur semua,” kata Sri, diamini Sam.

Maria Pertiwi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini