Makna Seruan Yesus Saat Disalib

2500

HIDUPKATOLIK.com – Jika Yesus dan Bapa adalah satu (Yoh 10:30), mengapa Yesus merasa ditinggalkan Bapa ketika Yesus tergantung di kayu salib (Mat 27:46; Mrk 15:34)? Apakah ucapan “Allahku, ya Allahku, mengapa Engkau tinggalkan daku”, sungguh berasal dari Yesus?

Maria Theresia Wijayaningsih, Malang

Pertama, seruan Yesus itu pastilah berasal dari Yesus, karena penginjil Markus juga menuliskannya, malah dalam bahasa Aramis, padahal pendengar Markus bukan orang Yahudi. Apalagi jika mempertimbangkan bahwa seruan Yesus ini bisa melemahkan jati diri Yesus sebagai Anak Allah. Namun demikian, para Rasul tetap mempertahankan teks ini, karena teks ini memang asli berasal dari Yesus.

Kedua, untuk mengerti makna Kitab Suci dengan baik, perlu mengenal latar belakang budaya di mana teks itu ditulis. Dalam budaya Yahudi berlaku hukum bahwa mengutip awal dari sebuah perikop atau Mazmur, berarti hendak merujuk ke keseluruhan perikop atau Mazmur tersebut. Kata-kata yang diucapkan Yesus di salib adalah awal dari Mazmur 22. Dengan menyitir awal dari Mzm 22 ini, berarti Yesus hendak mendoakan seluruh Mzm 22 ini. Karena itu, baiklah kita periksa isi seluruh Mzm 22 ini. Dengan demikian, kita akan mengerti makna kata-kata Yesus dalam kaitan dengan isi keseluruhan Mzm 22.

Ketiga, perlu diperhatikan bahwa seruan Yesus ini mengemukakan secara jelas kodrat insani-Nya dalam pergulatan dengan kepedihan dan kesengsaraan. Bagian pertama dari Mzm 22 (ay 2-19) memang melukiskan kepedihan dan kesengsaraan yang sedang digeluti pemazmur, tetapi diungkapkan dengan nada kepercayaan kepada Allah yang menjadi penolongnya (ay 12). Ungkapan ini mengingatkan kita kepada nyanyian hamba Allah dari Kitab Deutero Yesaya. Berdasarkan bagian pertama ini, kita bisa mengatakan bahwa ayat awal dari Mzm 22 yang dikutip Yesus bukanlah ungkapan perasaan ditinggalkan, tetapi justru ungkapan kepedihan dan kesengsaraan yang masih penuh dengan kepercayaan.

Bagian kedua (ay 20-27) mengungkapkan jeritan permohonan pemazmur kepada Tuhan agar melepaskan dia dari cengkeraman musuh. Bagian kedua ini dipenuhi dengan nada kemantapan iman dan penyerahan kepada Tuhan yang telah berjanji. Pemazmur memantapkan hati bahwa Tuhan akan memenuhi janji-Nya dan menang atas lawan.

Bagian ketiga (ay 28-32) adalah bagian yang terpenting. Ayat 28-29 menunjukkan keyakinan pemazmur bahwa segala kepedihan dan penderitaan tidak akan berakhir sia-sia, tetapi akan mempertobatkan “segala kaum dari bangsa-bangsa” dan pada akhirnya mereka akan “sujud menyembah di hadapan” Tuhan. “Dialah yang memerintah atas bangsa-bangsa.” (ay 29). Inilah keyakinan pemazmur bahwa penderitaan dan kematianNya tidak akan sia-sia tetapi menghasilkan buah berlimpah. Keyakinan ini yang diungkapkan lebih lanjut dalam ay 30-32.

Keempat, dengan mengerti latar belakang budaya Israel dan memaknai seruan Yesus ini, kita bisa menyimpulkan bahwa seruan Yesus di salib (Mat 27:46; Mrk 15:34) bukanlah seruan perasaan ditinggalkan, tapi justru merupakan ungkapan keyakinan Yesus bahwa semua sengsara dan kematian-Nya akan menghasilkan buah-buah yang indah, yaitu pertobatan bangsa-bangsa yang berbalik menyembah Tuhan. Bisa dikatakan bahwa Yesus meyakini bahwa kematian-Nya di salib akan membuat kedatangan Kerajaan Allah, Allah memerintah atas segala bangsa (bdk. ay 29).

Yesus meyakini bahwa Allah berpihak kepada-Nya dan akan menunjukkan kemenangan-Nya atas semua kejahatan yang ditimpakan kepada Yesus. Dengan kebebasan-Nya, Yesus memilih menghadapi sengsara dan derita sampai wafat di kayu salib. Inilah ketaatan Yesus pada kehendak Bapa-Nya. Ketaatan ini mengalir dari keyakinan-Nya bahwa Allah, Bapa-Nya, tidak akan meninggalkanNya tetapi akan menang melalui kematian-Nya di salib.

Petrus Maria Handoko CM

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini