Bersyukur Pernah Mengawal Paus

790
Selalu Siap: Tono Suratman sedang menjalankan tugas sebagai pengawal khusus Bapa Suci Yohanes Paulus II saat melawat Indonesia.
[NN/Dok.Sekneg]

HIDUPKATOLIK.com – Ia menjadi pengawal khusus Paus Yohanes Paulus II tatkala berkunjung ke Indonesia 1989. Bapa Suci selalu memberkatinya sebelum memasuki tempat istirahat.

Aneka perasaan berkecamuk di hati Valentinus Suhartono Suratman kala mengetahui namanya masuk Tim Lima dan dipercaya sebagai komandan tim. Rasa gembira, bangga, dan cemas bercampur menjadi satu. Laki-laki kelahiran Makassar, Sulawesi Selatan, 16 September 1952 ini, tak menduga bahwa ia menjadi bagian dari tim pengawal khusus bagi Bapa Suci Yohanes Paulus II ketika mengunjungi Indonesia pada 9-13 Oktober 1989.

Tim Lima merupakan tim yang terdiri dari lima perwira yang direkrut dari Kopassus. Tim ini bertugas untuk mengawal Bapa Suci selama lawatannya di beberapa kota di Indonesia: Jakarta, Yogyakarta, Maumere, Dili, dan Medan.

Ada kegelisahan yang menyelinap di hati Tono Suratman, demikian biasanya ia dipanggil. Ia belum pernah memiliki pengalaman untuk mengawal tamu kenegaraan seperti Bapa Suci. Namun ia pun pasrah. Sebagai seorang prajurit, ia harus selalu siap melaksanakan tugas. Ia menyatakan siap dengan tugas yang dipercayakan kepadanya.

“Sistem pengamanan yang diterapkan untuk Bapa Suci seperti sistem pengamanan untuk presiden. Hanya jika Bapa Suci turun dari mobil untuk menyapa umat, setiap beliau turun dari mobil, kita harus siaga,” kisah Ketua Komite Olahraga Militer Indonesia (KOMI) pada 2010 ini.

Berkat dari Paus
Di tengah tugas sebagai pengawal khusus Bapa Suci, Tono Suratman mengisahkan bahwa seperti umat Katolik yang lain, ia merasakan kegembiraan melingkupi hatinya karena bisa berada sangat dekat dan melihat Bapa Suci secara langsung. “Saya teringat bacaan dalam Kitab Suci: “… Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh” (Mat 9:21). Saya pun berusaha untuk menyentuh jubahnya … Saya ambil kesempatan ketika angin berhembus,” ungkap lulusan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) tahun 1974 ini.

Ketika mengunjungi Timor Timur (sekarang Timor Leste), Tono Suratman ditanya oleh pengawal Paus dari Vatikan, apakah ia Katolik. Ketika mengetahui bahwa ia seorang Katolik, Tono Suratman diberi kesempatan untuk menerima Komuni langsung dari Bapa Suci saat Misa. Hal itu pun menjadi pengalaman yang sungguh mengesankan baginya.

“Setiap kali selesai kegiatan, kami mengantar Bapa Suci sampai kamar istirahatnya. Sebelum meninggalkan kamar, kami selalu diberkati. Kami berlutut di hadapan Bapa Suci dan mendapat berkat,” kenang penulis buku Santo Yohanes Paulus II Mencium Bumi Indonesia ini. Tono Suratman merasa bersyukur karena mendapat kesempatan itu.

Pengalaman mengawal dan bertemu Bapa Suci turut menguatkan langkahnya dalam menjalani tugas sebagai seorang tentara. Pun ketika harus bertugas ke Timor Timur pada 1998, Tono Suratman tetap berusaha untuk menjalankan tugas dengan baik.

Pengalaman pernah bertugas sebelumnya di Timor Timur dan mengawal Bapa Suci ketika mengunjungi Timor Timur menjadi “bekal” bagi Tono Suratman. Pengalaman itu membuat dirinya mengetahui seperti apa daerah Timor- Timur, karakter masyarakatnya, berkenalan dengan pihak otoritas setempat, juga tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat di sana. Hal itu tentu membantu tugasnya ketika menjadi Komandan Komando Resort Militer (Danrem) 164/WD DAM IX/UDY, Timor Timur pada 1998.

Di tengah kesiapannya menjalankan tugas sebagai Danrem di Timor Timur, ada rasa cemas. Situasi di Timor Timur waktu itu membuatnya sedikit was-was. Ketika itu diselenggarakan referendum di Timor Timur. “Ini tugas dari pimpinan, saya harus siap. Pengalaman pernah mengawal Bapa Suci ke sana memperkuat saya. Dan doa pun menjadi kekuatan saya …. Siapa yang mengandalkan Tuhan, tidak ada yang mustahil,” katanya.

Pengalaman menjadi pengawal keamanan Bapa Suci Yohanes Paulus II pun turut membentuk pribadi Tono Suratman. “Keteladanan Paus mengenai sikap rendah hati dan perhatian serta kepeduliannya kepada yang lemah, menyentuh hati saya,” ujar laki-laki yang dikaruniai seorang putra dan seorang putri, buah perkawinan dengan Agnes Maria Heliana ini. Hal itu pun turut mendorongnya untuk terus memberikan diri bagi orang lain.

Demikian juga bagi Gereja. Tono Suratman berusaha untuk bisa memberikan diri sesuai dengan kemampuannya. “Meski sampai saat ini saya belum bisa ambil bagian sebagai prodiakon,” ujarnya sambil tersenyum.

Saat bertugas di Kopassus, Tono Suratman memiliki peran dalam pembangunan kapel Santo Valentino di Kompleks Kopassus, Cijantung, Jakarta Timur. Ia juga turut ambil bagian dalam pembangunan Gereja St Aloysius Gonzaga Cijantung, Jakarta Timur. Ia terlibat sebagai Tim Pencari Dana dan inisiator rencana pembangunan Gereja Cijantung.

“Saya ingin ambil bagian dan berbuat sesuatu untuk orang lain sebisa saya. Waktu itu saya utarakan harapan rencana pembangunan gereja kepada Romo Jack Tarigan yang bertugas di sana,” ungkap Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) VI/Tanjung Pura , Kalimantan (2008-2010) ini.

Berserah dalam Doa
Sebagai seorang prajurit, Mayjen (Purn)Tono Suratman berusaha menjalankan setiap tugas yang dipercayakan pimpinan kepadanya. Kadang ada rasa cemas dan khawatir yang menyelinap di hatinya. Di tengah situasi seperti itu, doa menjadi kekuatannya. Bagi Asisten Operasi Panglima TNI (April-Oktober 2010) ini, berdoa bisa setiap saat. Doa setelah bangun tidur dan sebelum memejamkan mata menjelang tidur menjadi salah satu hal yang ia lakukan.

Kehidupan doa yang terus dihayati Tono Suratman hingga kini juga terbangun dari kebiasaan yang diajarkan orangtuanya. Anak ke-12 dari 14 bersaudara ini lahir dari keluarga Katolik. Orangtuanya menanamkan nilai-nilai kekatolikan kepada Tono Suratman dan saudara-saudaranya serta selalu mengajak anak-anaknya untuk bisa ke gereja bersama.

“Setiap Minggu, kami beramai-ramai mengikuti Misa di gereja. Setiap Minggu pagi, sudah ada tiga becak yang menunggu di depan rumah kami di Makassar, siap mengantar kami. Kami sangat menikmati hari Minggu, ke gereja bersama dan berkumpul bersama keluarga,” kenang Atlet Anggar Asian Games Korea Selatan pada 1986 ini.

Nilai-nilai kekatolikan yang tertanam sejak kecil terus dihidupi Tono Suratman hingga kini. Di tengah kesibukannya, umat Paroki Cijantung ini juga berusaha untuk tetap bisa mengikuti Ekaristi setiap minggu. “Yesus berada dalam Ekaristi. Setiap minggu harus berusaha ada waktu untuk mengikuti Ekaristi,” tutur Atlet Menembak TNI AD Singapura (1993) ini.

Bagi Tono Suratman, mengikuti perayaan Ekaristi juga menjadi kekuatannya dalam menjalani setiap tugas dan menghadapi semua permasalahan yang ia alami. Tatkala datang ke suatu tempat, kunjungan kerja atau bertugas di suatu daerah, ia akan mencari keberadaan gereja agar dapat mengikuti perayaan Ekaristi mingguan. Semisal itu hanya kunjungan sebentar, ia pasti akan menyempatkan diri untuk hening sejenak di gereja yang ia datangi.

“Jangan pernah kita meninggalkan kesempatan bersama Tuhan. Sembahyang dan berdoa juga tidak hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang lain,” tandas Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) sejak 2011-sekarang ini.

Maria Pertiwi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini