Makna Iman Uang

483

HIDUPKATOLIK.com – Seorang kawan menulis status di Facebook dan mempertanyakan bagaimana paroki-paroki mengamalkan Ajaran Sosial Gereja (ASG). Jika saya cermati dan membaca seluruh status di Facebook kawan saya itu, masalah pokok yang ingin dia pertanyakan sebenarnya bukan bagaimana paroki-paroki mengamalkan ASG, melainkan pertanyaan berikut ini: ke mana saja uang kolekte yang terkumpul puluhan bahkan sampai ratusan juta setiap Minggu?

Apakah uang kolekte yang terkumpul hanya habis terpakai untuk mengecet kembali gereja agar tampak indah, atau memperbaiki gereja, meski tak jelas di mana letak kerusakannya? Apakah uang kolekte hanya habis terpakai untuk menata rias altar agar tampak bagus saat Ekaristi? Tentu saja masih banyak pertanyaan lain, yang pada intinya mempertanyakan
bagaimana uang kolekte yang terkumpul dikelola.

Saya tak ingin menjelaskan bagaimana uang kolekte yang terkumpul itu dikelola. Karena setiap paroki, memiliki kebijakan dan pertimbangan bagaimana uang kolekte dikelola, dengan maksud mendukung berbagai kegiatan pastoral. Bentuknya bisa bermacam-macam. Misalnya, untuk mendirikan gedung aula paroki yang barangkali sudah tidak cukup lagi menampung jumlah umat yang semakin banyak. Tanggung jawab untuk menyediakan wadah bagi mereka yang berkebutuhan khusus juga menjadi hal lain yang dipikirkan paroki, mereka juga berhak mendapat pelayanan dengan baik, dll. Tulisan ini tidak ingin masuk ke wilayah praktis pastoral semacam itu. Penulis berkeyakinan, bahwa uang kolekte yang terkumpul di setiap paroki pastilah dikelola secara bijak dan baik.

Saya hanya ingin menegaskan satu hal, yang barangkali banyak diabaikan banyak orang dalam memandang uang, yaitu makna iman dari uang. Secara Kristiani, uang sebenarnya memiliki makna iman. Uang tidak semata-mata sebagai alat tukar yang sah dan memudahkan orang dalam hidup. Bagi orang Kristiani, uang pada prinsipnya memiliki makna iman.

Apa makna iman dari uang? Saya ambil contoh dalam praktik hidup membiara. Hidup membiara dengan kaul kemiskinannya menjelaskan, bahwa uang yang diperoleh setiap anggota dalam sebuah komunitas bukanlah uangnya pribadi melainkan uang komunitas. Uang komunitas bukanlah uang komunitas yang bersangkutan, melainkan uang seluruh provinsi. Lalu uang yang menjadi milik sebuah provinsi bukanlah milik provinsi tersebut melainkan uang seluruh tarekat. Dan uang sebuah tarekat sebenarnya adalah uang seluruh Gereja.

Lalu uang Gereja untuk apa? Jawabannya ialah untuk mengembangkan Kerajaan Allah. Dengan kata lain, uang untuk misi. Jika diringkas dalam logika linier kurang lebih demikian, uang setiap anggota ialah uang komunitas; uang komunitas ialah uang provinsi; uang provinsi ialah uang tarekat; uang tarekat ialah uang Gereja. Uang Gereja diperuntukkan untuk mengembangkan Kerajaan Allah.

Uang memiliki makna iman, karena dengan uang, Kerajaan Allah bisa diwartakan, dihadirkan, dinyatakan dalam hidup. Maka, tak cukup orang Kristiani memandang uang bernilai karena berguna sebagai alat pembayaran yang sah, melainkan juga memandang uang dan memaknai dalam terang iman, yaitu menghadirkan Kerajaan Allah.

Di kawasan timur Indonesia, khususnya di Flores, ada begitu banyak sekolah, rumah sakit, panti asuhan, yang dikelola oleh para biarawan dan biarawati. Dalam pengelolaannya tentu saja membutuhkan uang yang tak sedikit. Lalu dari mana para biarawan dan biarawati itu memperoleh uang? Tentu saja dari uang Gereja yang dikelola dalam terang iman. Berbagai penyimpangan dan penyelewengan dalam penggunaan uang, termasuk dalam Gereja, terjadi karena orang mengabaikan makna iman dari uang.

Uang hanya dilihat sebagai alat pembayaran yang sah dan berguna untuk memudahkan orang secara pribadi dalam hidup. Uang kolekte yang terkumpul puluhan bahkan sampai ratusan juta setiap Minggu di gereja-gereja, tak hanya berguna melainkan memiliki makna iman. Dengan demikian, sungguh-sungguh dikelola dan dimaknai dalam terang iman. Artinya dengan uang kolekte tersebut Kerajaan Allah menjadi nyata dalam hidup. Jika demikian, saya yakin, tak akan ada pertanyaan seperti status Facebook kawan saya itu.

Ignas Tari MSF

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini