Sepak Terjang Srikandi Hukum Pemberantasan Korupsi

617
Biro Hukum KPK: Chatarina Muliana Girsang (paling kanan) ketika dilantik sebagai Kepala Biro Hukum KPK.
[NN/Dok.KPK]

HIDUPKATOLIK.com – Meskipun tak lagi menjabat Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), semangat pemberantasan korupsi tetap bergelora dalam dirinya. Ia berhati-hati mengambil keputusan hukum, agar tak mencederai keadilan.

Nama dan wajah perempuan ini kerap menghiasi pemberitaan media massa, ketika terjadi konflik antar lembaga penegak hukum: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian RI (Polri). Perempuan bernama Chatarina Muliana Girsang ini menjadi kuasa hukum KPK dalam persidangan praperadilan penetapan tersangka terhadap Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan.

Pada akhir persidangan, hakim memutuskan mengabulkan gugatan praperadilan Komjen Budi Gunawan. KPK pun “kalah”. “Bagi saya, ini bukanlah suatu ke gagalan, tetapi sebuah perjuangan yang belum usai. Biarlah masyarakat yang menilai,” ujarnya.

Sudah sepuluh tahun, perempuan yang lahir di Jakarta 43 tahun silam ini, berkecimpung di lembaga pemberantasan korupsi. Sebelum berkarya di KPK, Chatarina tercatat sebagai jaksa di Kejaksaan Agung RI. Sejak 2005, ia dialihtugaskan ke KPK. Karirnya di KPK terus menanjak. Ia menangani beragam kasus korupsi.

Setapak demi setapak, ia melangkahkan karir. Mula-mula, ia berkarya sebagai Jaksa Penuntut Umum di KPK. Sejak 2013, Chatarina menjabat sebagai Kepala Biro Hukum KPK. Ia bertugas mendukung kerja seluruh unit di KPK. Biro Hukum memiliki peranan yang sangat strategis, baik dalam penyusunan peraturan internal maupun pemberian pendapat KPK. Ia juga memiliki peran penting untuk mewakili KPK dalam menghadapi perlawanan hukum di muka persidangan maupun menghadapi perlawanan lain dari para koruptor.

Namun sejak 31 Maret 2015, ia menanggalkan tugas di KPK, karena masa karyanya di KPK telah habis. Chatarina kembali ke Korps Adhyaksa alias Kejaksaan Agung RI. Meski tak lagi berkarya di KPK, gelora pemberantasan korupsi masih berkobar dalam hatinya.

Mencintai hukum
Chatarina lahir dalam keluarga pedagang. Tapi, ia tak ingin mengikuti jejak orangtuanya sebagai wirausahawan. Sang bunda juga ingin agar Chatarina men jadi seorang dokter. Tapi, Chatarina menolak. Sejak duduk di bangku sekolah me nengah atas, ia amat ingin menggeluti dunia hukum. “Ibu melarang saya belajar hukum. Ibu mengharapkan saya untuk menjadi dokter. Tapi, saya menolak, karena saya alergi melihat orang sakit,” kenangnya sembari tersenyum.

Chatarina mengaku mencintai dunia hukum sejak remaja. Kala itu, ia sangat gemar menonton film bertema kriminal. “Saya juga paling benci jika melihat praktik ketidakadilan di sekolah!” ceritanya.

Keinginan Chatarina tak bisa dibendung. Setelah lulus SMA, ia melanjutkan pendidikan di Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur. Ia mengambil Hukum Perdata. Satu persatu nalar dan teori hukum mulai menyentuh Chatarina. Ia pun mendalami ilmu hukum dengan tekun. Chatarina lulus dengan predikat “dengan pujian” alias cum laude.

Naluri akademik Chatarina terus bergelora. Ia belum puas dengan ilmu hukum yang telah digenggamnya. Ia pun belajar akuntansi di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Malangkucecwara Malang. Chatarina merampungkan pendidik an akuntansi dengan predikat “sangat memuaskan”.

Setelah mengantongi dua gelar keilmuan, Chatarina didorong sang bunda agar mengikuti tes masuk pegawai Kejaksaan. Ia lulus tes dan menjadi pegawai negeri di Kejaksaan. Karirnya di Korps Adhyaksa berjalan mulus. Ia pernah bertugas di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan, Kejaksaan Negeri Bekasi, dan menjadi Staf Khusus Jaksa Agung pada era Marzuki Darusman dan MA. Rahman.

Meski telah menjadi pegawai negeri, Chatarina ingin terus membekali diri dengan ilmu. Sembari berkarya, ia kembali mendalami ilmu akuntansi di Universitas Persada Indonesia Jakarta. Ia juga mengambil program pasca sarjana Hukum Pidana Internasional di Universitas Padjajaran Bandung. Kini, ia sedang menyelesaikan program doktoral di Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya.

Kecintaan Chatarina terhadap dunia penegakan hukum kian membesar. Terlebih ketika ia menjadi jaksa di KPK. Setiap hari, ia harus berkutat dengan perkara korupsi. Ia selalu berada di rel hukum. Chatarina selalu berhati-hati dalam mengambil setiap keputusan. “Jangan sampai mencederai keadilan! Saya berusaha setia dalam persoalan-persoalan yang kecil. Sebab, nilai kebenaran dalam persoalan kecil dapat berpengaruh besar. Pertimbangan moral dalam setiap keputusan juga amat penting!” katanya.

Ia masih memendam prihatin, lantaran banyak aparat penegak hukum yang tidak lagi merdeka mengambil keputusan. Chatarina berpendapat, ketaknormalan penegakan hukum di Indonesia, karena banyak tekanan yang bersifat politis, sehingga produk hukum kadang mencederai rasa keadilan masyarakat. “Kadang, hukum menjadi milik orang yang berkuasa atau orang kaya!” katanya.

Doa keluarga
Meskipun setiap hari Chatarina sibuk dengan pasal-pasal dan teori hukum, ia selalu pulang ke peraduan keluarga. Kadang, ia pulang ke rumah hingga tengah malam. Sebelum melepas lelah, sejenak ia menatap dan membelai dua buah hatinya; Benedictus Stevano Putra dan Brigita Audrey Novena. “Setelah itu, baru saya bisa tidur,” akunya.

Chatarina juga mengaku, segala karya dan pekerjaannya tak lepas dari dukungan dan doa sang suami serta kedua anaknya. Ia selalu memberikan waktu untuk berdoa bersama keluarganya. “Saya selalu berusaha bisa mengikuti Misa hari Minggu bersama suami dan anak-anak,” ujar umat Paroki St Bartolomeus Taman Galaxi Bekasi ini.

Iman selalu menjadi pegangan Chatarina dalam mengambil setiap keputusan. “Saya selalu berusaha, agar setiap keputusan yang saya ambil, dapat dipertanggungjawabkan. Gerak-gerik hidup saya, saya serahkan kepada kehendak Tuhan!”

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini