Mengapa Saracen

163

HIDUPKATOLIK.com – Belakangan, masyarakat Indonesia dikejutkan oleh terbongkarnya jaringan Saracen yang diduga mengangkat isu suku, agama, ras, dan antargolongan, untuk memecah belah bangsa melalui teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini menunjukkan bahwa bangunan kesatuan Indonesia sedang digoyang oleh kelompok yang ingin merauk untung atas kehancuran bangsa ini. Padahal Indonesia sudah menegaskan, “Bhinneka Tunggal Ika”, ‘berbeda-beda tetapi tetap satu jua’. Perbedaan diakui tanpa lupa bahwa kesatuan sebagai tujuannya. Tak seorang pun layak disingkirkan karena setiap pribadi diakui keberadaannya.

Berkembang pesatnya Saracen menunjukkan bahwa ada pasar untuk ide mereka. Jumlahnya cukup besar sehingga bisa bertahan sejak 2015. Bahkan polisi masih menengarai adanya beberapa kelompok sejenis yang tumbuh di Indonesia. Kalau tidak ada pasar yang mengkonsumsi, mana mungkin ada industri yang memproduksi?

Luois Althusser, teoris sosial mengungkapkan teori interpelasi. Kata interpelasi menjelaskan bagaimana sebuah ide masuk ke dalam pikiran manusia dan mempengaruhi cara hidupnya. Dalam interpelasi manusia menjumpai nilai-nilai dalam budaya dan menerimanya sebagai nilai hidup. Kita bisa bertanya, “Mengapa informasi negatif produksi Saracen dan teman-temannya diterima masyarakat?”

Salah satu jawaban yang muncul adalah karena masyarakat kita membuka diri. Masyarakat kita menganggap isu-isu semacam itu layak diperhatikan. Maka, berita-berita semacam bukan dihindari atau dikritisi, malahan dicari, diterima sebagai kebenaran. Maka, wajarlah kelompok semacam Saracen berkembang pesat. Sementara negara terseok-seok menggaungkan Pancasila, kelompok semacam ini pun berkembang subur. Artinya, kita perlu menegaskan kembali pilihan kita atas ide yang layak kita perhatikan. Saracen harus dianggap sebagai salah satu ancaman siber yang serius. Pasalnya, kelompok Saracen ditengarai tidak hanya menyerang satu agama saja, tetapi menyerang berbagai pihak, termasuk pemerintah dengan teknik adu domba yang sistematis.

Nilai Agama
Dalam situasi seperti ini, masyarakat memerlukan sebuah alat untuk menyaring macam-macam berita dan informasi di berbagai media. Sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, orang Katolik Indonesia perlu memikirkan alat penyaring ini. Secara ideal, kita menyadari bahwa nilai Pancasila adalah nilai yang ingin kita perjuangkan. Nilai yang serupa sebenarnya menjadi nilai agama kita saat Yesus mengatakan, “Semoga mereka semua menjadi satu” (Yoh 17: 21). Ia mengharapkan kesatuan bagi semua orang.

Pada abad ke-20, Gereja kembali menegaskan kesatuannya dengan masyarakat, “Sebab persekutuan mereka (Gereja) terdiri dari orang-orang, yang dipersatukan dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam peziarahan mereka menuju Kerajaan Bapa, dan telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan kepada semua orang. Maka persekutuan mereka itu mengalami dirinya sungguh erat berhubungan dengan umat manusia serta sejarahnya” (GS artikel 1). Sikap Gereja ini mencerminkan juga nilai-nilai Pancasila. Kalau orang Katolik Indonesia mengabaikan Pancasila dan ajaran Yesus, maka siapa gerangan dia? Adalah sebuah kebodohan, kalau umat Katolik Indonesia termakan oleh ide-ide perpecahan, karena ia mengingkari identitasnya sebagai orang Katolik sekaligus orang Indonesia.

Sudah waktunya, kita sebagai orang Katolik Indonesia menegaskan peran kita sebagai pemersatu. Di depan kita terbentang samudra kesempatan untuk tidak menganggap penting dan menolak ide-ide negatif produksi Saracen dan teman-temannya. Kita punya kesempatan untuk berperan membawa wacana-wacana positif, yang segaris dengan nilai-nilai kita sebagai orang Katolik sekaligus sebagai orang Indonesia. Semoga Pancasila dan nilai-nilainya yang sejalan dengan nilai kekatolikan dianggap layak dan penting untuk diperhatikan. Dengannya Saracen dan teman-teman akan kehilangan pasar. Mengapa Saracen menjadi besar? Mungkin karena ada pasar dan kita lupa menawarkan ide-ide tandingan.

M. Joko Lelono

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini