Latihan Bertemu Dan Mendengarkan Tuhan

986
Menemukan Tuhan: Komunitas Schooled By The Spirit mengadakan seminar “Mendengar Bisikan Roh di Dunia yang Tunggang Langgang, Berantakan dan Bising” di Aula Katedral Jakarta, Minggu, 10/5.
[HIDUP/Celtus Jabun]

HIDUPKATOLIK.com – Rutinitas harian membuat manusia menjalani hidup tanpa refleksi, dan lupa akan Tuhan. Melalui komunitas ini, umat belajar untuk memaknai setiap peristiwa hidup, dengan mendengarkan Tuhan.

Di Ruang Santo Petrus, Paroki St Maria Diangkat ke Surga, Katedral Jakarta, sekitar 60 orang berkumpul. Pagi itu, Selasa, 19/5, pukul 09.00 WIB, mereka mengikuti kursus dan latihan rohani St Ignatius. Mereka adalah umat dari Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) dan Keuskupan Bogor. Latihan rohani Ignatian ini diadakan oleh komunitas Schooled by the Spirit, biasa disebut SBS.

Mengawali latihan rohani ini, peserta mempersiapkan batin (preparasi) dengan hening selama 15 menit. Mereka memeriksa batin dan merefleksikan hidup. Setelah itu, mereka mengikuti pengajaran dari Romo Dismas Tulolo SJ. Pastor Rekan Paroki Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda Tangerang ini menjelaskan tentang discernment (pembedaan roh). Tema ini merupakan salah satu dari empat tema yang diajarkan. Dalam setiap kursus, peserta akan dilatih dengan panduan empat tema, yaitu:Pengenalan Spiritualitas Ignatian, Panggilan Dasar, Ketersediaan Dasar, Devosi/Cinta Bakti dan Dikresi/Penegasan Rohani. Tema-tema ini disam paikan untuk membantu peserta memiliki ketajaman hati dalam bertindak, mampu membedakan kehendak Allah dan pribadi.

Berawal dari Kerinduan
SBS digagas pertama kali oleh Monica Maria Meifung. Awalnya, Meifung merasakan kerinduan mendalami hidup rohani. Lalu, ia menemui Pastor Paroki St Theresia Menteng, Romo Hani Rudi Hartoko SJ. Pada pertemuan, April 2013, Romo Hani memberinya buku berjudul Schooled by the Spirit, karya seorang imam Jesuit asal Filipina, Ramon Maria Luza Bautista SJ. Romo Hani berpesan agar Meifung mendalami buku itu.

Meifung tertarik dengan buku ini. Sebulan berselang, ia mengikuti retret selama delapan hari di Girisonta, Semarang untuk memperdalam tujuan buku itu. Di tempat ini, Meifung bertemu seorang frater, teman kuliahnya di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara. Di luar dugaan, frater itu juga memberinya buku Schooled by the Spirit yang sudah diterjemahan dalam Bahasa Indonesia. “Sebagai orang beriman saya memaknai hal itu sebagai peristiwa yang bukan kebetulan,” demikian Meifung.

Sepulang dari Girisonta, atas dukungan Romo Hani dan Romo B.S.Mardiatmadja SJ, Meifung menggagas untuk membentuk komunitas SBS. Gagasan ini ternyata didukung rekan-rekan komunitas Putri Sion. Pada Juli 2013, usaha Meifung berbuah: komunitas SBS lahir. Mereka mengadakan pertemuan sebulan sekali untuk memperdalam warisan St Ignatius.

Dalam perkembangannya, bersama anggota SBS, Meifung kemudian membagikan kekayaan rohani yang telah mereka peroleh. Mereka mulai dengan memberikan kursus doa dan latihan rohani St Ignatius. Pertama kali, kegiatan diadakan di Paroki St Theresia Menteng. Pesertanya berasal dari berbagai paroki di KAJ. Sedangkan materi kursus diambil dari buku Schooled by the Spirit. Setelah satu setengah tahun, tempat kursus dipindah ke Paroki Katedral Jakarta.

Kursus diadakan setiap Selasa pagi dan Kamis malam. Kursus Selasa pagi, kebanyakan diikuti oleh ibu rumah tangga, pensiunan dan pekerja yang tidak terikat waktu. Sementara Kamis malam, kebanyakan orang muda. Hingga kini, sedikitnya 200 orang sudah mengikuti kursus SBS.

Menemukan Tuhan
Tujuan utama kursus SBS adalah untuk membantu peserta belajar menemukan Tuhan dalam hidup sehari-hari. “Tuhan tidak hanya ditemukan di gereja, kapel, atau tempat sakral. Tetapi, Tuhan juga hadir dalam dunia sehari-hari, pekerjaan, rutinitas dan kesibukan kita,” kata Meifung.

Untuk menemukan Tuhan, dibutuhkan saat hening. Jika tidak ada waktu untuk hening, manusia akan terjebak oleh arus zaman. Oleh karena itu, tim pemandu kursus SBS, seperti Romo Mardi, Romo Hani, Romo Dismas, Romo Sugiri dan Meifung, selalu mengajak peserta menyediakan waktu 30 menit hingga satu jam setiap hari untuk hening dan berdoa.

Sejak berdiri, SBS memang berkomitmen membantu semua orang agar bisa mengalami perjumpaan dengan Tuhan.

“Kalau umat tidak kita bantu, kehausan mereka bisa terjawab di tempat lain atau oleh sesuatu yang bukan muncul dari semangat kristiani,” kata Meifung.

Saat ini, anggota komunitas SBS berjumlah 14 orang. Tanggal 2 Juli 2015, SBS akan merayakan ulang tahun yang kedua. Komunitas ini merefleksikan, banyak orang di zaman ini melupakan relasi personal dengan Tuhan. “Itu yang membuat orang menjadi rapuh. Padahal perjumpaan pribadi dengan Tuhan dapat memberikan dasar kokoh bagi kehidupan,” imbuh Meifung. Keyakinan inilah yang mendorong SBS untuk terus berusaha membantu umat belajar menemukan Tuhan dalam segala hal.

Hidup Baru
Seorang peserta kursus, Anastasia Endang Sri Setyaningsih mengaku mengalami perubahan hidup setelah ikut kursus SBS. Sebelumya, hidup kesehariannya terasa datar-datar saja. Sebagai ibu rumah tangga, ia sibuk dengan berbagai aktivitas harian. Ia tidak pernah merefleksikan hidupnya, sehingga semua peristiwa berlalu begitu saja. Setelah mengikuti kursus, warga Paroki St Herkulanus Depok, Keuskupan Bogor ini mengaku mampu memaknai peristiwa hidup, sedikit demi “Melalui latihan rohani, saya menjadi sadar bahwa Tuhan selalu hadir. Karena itu, saya dapat menemukan dan berkomunikasi dengan-Nya kapan pun, tanpa terikat ruang dan waktu,” katanya.

Sekarang, setiap hari Endang menyediakan waktu hening untuk merefleksikan berbagai peristiwa yang dialami. Refleksi itu ia tuangkan dalam buku harian. Baginya, selain belajar hening dan mendengarkan Tuhan, ia merasa menemukan persaudaraan dengan sesama anggota.

Peserta yang lain, Thomas Juswanto Prananto, juga merasakan hal yang sama. Umat Paroki St Yakobus Kelapa Gading, Jakarta, ini mengaku mengalami perubahan dalam hidup. Awalnya, ia tertarik ikut kursus karena figur St Ignasius. Di sela-sela kesibukannya ia menyempatkan diri untuk menghadiri setiap pertemuan.

Setelah selesai kursus, Thomas sungguh menyadari pentingnya suasana hening, terutama untuk mengolah kepekaan hati. “Kalau kita tidak pernah hening, kita tidak akan mampu mendengar dan memahami kehendak Tuhan,” katanya.

Kini, Thomas terbiasa hening dan berdoa setiap pagi selama satu jam. Dalam doa itu, ia menyerahkan seluruh aktivitasnya kepada penyelenggaraan Tuhan.

Celtus Jabun

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini