‘Hantu’ Penyelamat, Pelindung Para Imigran

372
Pesta Iman: Para imigran Meksiko di California mengusung patung St Toribio Romo Gonsález. [cathnewsusa.com]

HIDUPKATOLIK.com – Luciano González López bersama keluarganya nyaris mati dalam perjalanan dari Denver menuju Colorado, Amerika Serikat (AS). Mereka tersesat selama dua hari di Padang Pasir Arizona, tanpa bekal. Di saat situasi genting, mereka melihat bayangan tak jauh dari hadapan mereka. Bayangan itu seakan meminta mereka mengikutinya.

Mereka lalu membuntuti langkah bayangan itu. Saat mendongak, mereka terkejut. Bayangan itu telah membawa mereka sampai Colorado. Luciano yakin, bayangan itu adalah Pater Toribio, martir pada masa perang Christero – perang sipil di Meksiko saat rezim Presiden Plutarco Elías Calles berkuasa (1926-1929).

Pengalaman serupa juga dialami oleh Jesús Buendia Gaytan. Kisah perjalanannya mirip seperti yang dialami keluarga Luciano. Saat kehausan di Padang Pasir Arizona, ia berpapasan dengan seorang pemuda berkulit putih dan bermata biru. Pemuda itu menyapanya dalam bahasa Spanyol, memberinya makanan dan minuman, serta uang beberapa dolar.

Sebelum mereka berpisah, pemuda itu minta satu hal kepadanya, agar menemuinya di St Anna de Guadalupe, Jalisco, Meksiko, setelah punya pekerjaan dan uang. Jesús Buendia menepati janjinya. Begitu tiba di St Anna de Guadalupe, ia melihat lukisan dan patung yang ada di dalam bangunan tersebut, yang wajahnya sama seperti pemuda yang telah menyelamatkannya.

‘Hantu’ Penyelamat
Pater Toribio melakukan berbagai penyamaran kala perang Christero berkecamuk di Negeri Sombrero. Kadang ia menjadi petani atau peternak. Seringkali ia harus mengendap-endap di gorong-gorong, ke luar-masuk hutan demi bertemu dan melayani umat yang menderita akibat kekejaman rezim Calles.

Presiden Calles tak segan membunuh siapa pun yang menentang kebijakannya, terutama para klerus dan biarawan-biarawati. Ia menuduh Gereja Katolik telah melakukan korupsi dan merugikan negara. Sementara kaum klerus telah mengompori warga untuk menentang pemerintah. Selama Calles berkuasa, banyak klerus masuk bui atau dibunuh. Sedikitnya, 40 imam merenggang nyawa selama periode 1926-1934. Umat Meksiko menganggap Pater Toribio seperti hantu. Tak seorang pun tahu kapan dan di mana ia akan hadir. Jejaknya sulit terendus tentara. Mereka baru sadar saat imam Keuskupan Agung Guadalajara itu merayakan Misa, memberikan sakramen dan membagikan makanan, serta menyelamatkan mereka yang ingin mencari suaka ke Amerika Serikat (AS).

Pater Toribio sering mengantar para imigran melintasi perbatasan Meksiko-AS dengan berjalan kaki atau naik truk. Tak jarang pula, ia muncul tiba-tiba dan memberikan petunjuk jika warga tersesat atau menuju daerah rawan. Tak ayal, umat pun menyandingkan imam kelahiran St Anna de Guadalupe, Keuskupan San Juan de Los Lagos, 16 April 1900 itu, dengan Musa yang setia mengantar perjalanan bangsa Yahudi menuju Tanah Terjanji.

Kepiawaian Pater Toribio menghindari sergapan pasukan Calles juga berkat andil rekannya, Pedro Rosales Vargas. Komandan pasukan Christero itu memiliki mata-mata di lingkungan militer. Dari telik sandi itu, Pedro selalu memberitahu segala informasi yang ia terima kepada Pater Toribio mengenai rencana dan pergerakan militer. Dengan demikian, Pater Toribio selalu luput dari pantauan dan jeratan tentara. Tentu, Toribio juga piawai membaca situasi, meskipun usianya masih sangat muda.

Tradisi Kesalehan
Toribio tumbuh dalam lingkungan keluarga sederhana nan saleh. Sejak kecil, orangtuanya, Patricio Perez dan Juana Romo, memberikan teladan hidup dan mengajarkan nilai kekatolikan kepada buah hatinya itu. Namun, Toribio sempat mendapat penolakan dari sang ayah ketika hendak melanjutkan pendidikan ke seminari. Ayahnya ingin agar Toribio membantunya bekerja untuk meringankan kesulitan ekonomi keluarga.

Toribio menolak kehendak ayahnya. Setelah lulus dari sekolah dasar di Los Lagos, berkat bantuan pastor parokinya, ia bisa masuk Seminari di San Juan de Los Lagos. Selama berada di lembaga formasi calon imam ini, Toribio menjalani kehidupan dengan penuh tanggung jawab. Ia dikenal sebagai pribadi yang displin, tekun, pandai, sekaligus saleh.

Toribio selalu menyisihkan waktu untuk berdevosi kepada Bunda Maria serta mendoakan orang-orang miskin. Kecerdasannya di bidang akademik juga menuai apresiasi positif dari para formatornya. Tak heran, ia cukup populer dan sangat dikagumi oleh teman-temannya. Kerendahan hati dan sikap rela membantu membuatnya memiliki banyak teman.

Toribio ditahbiskan sebagai imam pada usia 21 tahun. Takhta Suci memberi dispensasi langsung untuk tahbisan imamatnya, karena keteladanan hidup dan ke matangan hidup rohaninya.

Sebagai imam muda, Pater Toribio menggeluti kerasulan di kalangan kaum papa–terutama membantu para imigran Meksiko yang mencari suaka atau mengadu nasib ke AS. Ia getol memberikan diri dalam pelayanan kepada umat.

Mahkota Kemartiran
Pater Toribio merasa sangat lelah setelah menghantar sejumlah orang melintasi perbatasan Meksiko-AS, Jumat, 24 Februari 1928. Ia memutuskan beristirahat di Pastoran Aqua Caliente, tempatnya berkarya. Namun, batinnya tidak tenang. Ia merasakan ajalnya akan segera tiba. Ia pun menemui umat yang sedang bersembunyi di dalam gereja. Sang gembala meminta mereka pergi sebelum tentara datang.

Keesokan harinya, sekitar pukul 04.00, sejumlah tentara merangsek masuk ke pastoran. Mereka mendobrak kamar tidur Pater Toribio dan mendapati sang imam sedang beristirahat. “Itu Toribio. Kita bunuh dia,” pekik sang komandan.

Pater Toribio terjaga dari tidur. Ia hanya pasrah melihat segerombolan serdadu sudah menjulurkan laras panjang. Dengan tenang ia beranjak dari peraduan, berlutut, dan mengatupkan kedua tangan. “Tuhan, terimalah diriku,” sang imam berdoa singkat.

“Dor…dor…dor…dor….” Tubuh Pater Toribio ambruk. Empat timah panas bersarang di dada kirinya. Dengan nafas tersenggal, imam muda itu berseru lantang, “Hidup Kristus Raja!”

Jasad Pater Toribio lalu dimakamkan di paroki asalnya. Banyak doa lewat perantaraannya, terkabul. Para imigran Meksiko percaya, Pater Toribio senantiasa membantu mereka yang menemui kesulitan atau tersesat dalam perjalanan. Bapa Suci Yohanes Paulus II membeatifikasi Pater Toribio pada 22 November 1992. Lalu, pada 21 Mei 2000, Paus yang sama menggelarinya Santo, setelah pengesahan atas mukjizat yang dialami Jesús Buendia Gaytan. Gereja Katolik mengenang teladan hidup dan jasa pelindung kaum imigran ini setiap 21 Mei.

Yusti H. Wuarmanuk/Yanuari Marwanto

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini