Credit Union Bukan Milik Gereja

2198
Mgr Johannes Liku Ada.
[HIDUP/Aprianita Ganadi]

HIDUPKATOLIK.com – Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Keuskupan Agung Makassar (KAMS) memelopori lahirnya Credit Union (CU) di Sulawesi Selatan. Setelah sembilan tahun, kini umat merasakan manfaatnya.

Untuk mengurangi persoalan sosial ekonomi di Keuskupan Agung Makassar (KAMS), PSE keuskupan mendirikan Credit Union. Dalam perjalanan waktu, kemudian mereka menetapkan bahwa CU merupakan gerakan bersama antara hirarki dan kaum awam.

Untuk kesejahteraan masyarakat, CU memberikan pendidikan pengelolaan keuangan keluarga, menabung, membuka usaha dan lain-lain. Berkat CU, umat diajar untuk mandiri dan membentuk kelompok-kelompok kecil. Dalam kelompok, para anggota saling percaya serta membantu jika ada anggota lain mengalami kesulitan.

Terkait dengan gerakan CU di KAMS, HIDUP mewawancarai Uskup Agung Makassar, Mgr Johannes Liku Ada’, di Hotel Aerotel Smile, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa, 12/5. Berikut petikannya:

Apa yang dilakukan Keuskupan Agung Makassar (KAMS) untuk memberdayakan ekonomi umat?

Untuk memajukan ekonomi umat, KAMS mendirikan CU pada tahun 2006. Sampai saat ini, di keuskupan kami ada dua CU, yakni CU Mekar Kasih dan Sauan Sibarrung. Sejak awal, kedua CU dilahirkan oleh Komisi PSE KAMS. Agar menjadi gerakan yang terkoordinir, kedua CU itu berada dalam naungan Komisi PSE. Meski begitu, perlu dipahami bahwa kedua CU itu bukan milik PSE KAMS. CU itu, milik para anggota. Hanya saja dalam praktiknya, perlu ada pendampingan dari pihak Gereja atau hirarki.

Pada waktu itu, apa pertimbangan Bapak Uskup menyetujui lahirnya CU di KAMS?

Gerakan CU itu baik untuk pemberdayaan ekonomi umat. Waktu itu, menurut pengamatan saya, jika di KAMS ada gerakan CU, umat akan mengalami perubahan positif. Dengan hadirnya CU, peran awam bisa dilibatkan. Mereka bisa belajar berorganisasi, belajar membuat kebijakan dan mengambil keputusan.

Tidak itu saja, pelajaran untuk menghargai orang non-Katolik juga akan terjadi. Seiring berjalannya waktu, CU di KAMS sudah memiliki anggota non-Katolik. Kami menyambut dengan tangan terbuka, anggota-anggota CU non-Katolik.

Kini, umat sudah merasakan manfaat CU. Kehidupan ekonomi anggotanya sudah banyak yang berubah. Perubahan ini terdengar oleh teman-teman mereka dan secara tidak langsung dapat menarik umat lain untuk ikut bergabung.

Apakah tingkat ekonomi umat mengalami perubahan dengan hadirnya CU?

Perbedaan sebelum dan sesudah adanya CU di KAMS sangat terasa.Menurut pengalaman saya, Gereja telah puluhan tahun berkhotbah untuk mengubah mentalitas sisi ekonomi umat KAMS. Namun hasilnya kurang memuaskan. Tetapi, setelah CU hadir di KAMS, dalam waktu relatif singkat terjadi perubahan pola pikir di kalangan umat, dari yang sebelumnya berpikir konsumtif, kini banyak yang sudah berubah menjadi produktif. Ini merupakan perubahan yang positif.

Upacara-upacara kematian di daerah ini, misalnya, biasanya menghabiskan banyak uang, bahkan ada yang rela mencari utangan. Para Imam sudah puluhan tahun berkhotbah mengajak umat untuk tidak menghabiskan uang untuk upacara kematian. Khotbah tidak mempan. Tetapi, lewat CU, pelan-pelan perubahan pola pikir umat terhadap tradisi upacara kematian mulai berubah.

Apa manfaat paling nyata yang dirasakan umat dengan hadirnya CU di KAMS?

Perubahan paling nyata, dapat dilihat dari segi pengelolaan keuangan. Keluarga menjadi tahu cara mengurus ekonomi mereka. Gerakan CU juga menekankan bidang pendidikan dan pelatihan kepada para anggota. Hal ini merupakan kekuatan CU. Namun, perlu diingat, CU harus selalu bergerak ke arah iman. Jangan menjadikan uang sebagai “dewa” atau tujuan.

Saya senang, saat ini perkembangan CU di KAMS tidak hanya terbatas pada urusan simpan pinjam. Tetapi juga meluas ke usaha produktif di bidang pertanian. Di Toraja, saat ini juga banyak kelompok petani yang lahir dari gerakan CU. Saya lihat, CU ini cocok jika diterapkan bagi keluarga ekonomi menengah ke bawah.

Bagaimana Bapak Uskup melihat prospek CU di KAMS, mengingat pada beberapa periode lalu, banyak CU yang mati?

Ada kalanya, kami di KAMS juga dihantui kekhawatiran CU akan mati. Tetapi saya selalu tegaskan kepada pengurus CU, bahwa dasar berdirinya lembaga ini adalah kepercayaan. Sekali kepercayaan itu hilang, atau salah langkah, CU bisa bubar. Oleh karena itu, rasa saling percaya antar sesama anggota dan pengurus, harus selalu dijaga. Penting juga diketahui, bahwa CU harus berada di bawah naungan PSE KAMS, sehingga kami masih bisa memberikan pendampingan, pengawasan, dan pendidikan.

Godaan terbesar pengurus CU adalah pengelolaan uang. Untuk itu, pengurusnya harus kuat iman dan jangan sampai terjebak pada korupsi. Saat ini, saya gembira melihat pengurus CU bertanggung jawab dan sadar akan tantangan yang dihadapi. Saya berharap ke depan ditingkatkan lagi.

Khusus untuk pendampingan, saya juga mengharapkan para imam di paroki setempat gencar melakukan pendampingan. Tugas imam hanya mendampingi anggota CU, bukan menjadi pengurus langsung.

Apakah Bapak Uskup juga memberi arahan kepada para imam di KAMS untuk terlibat dalam CU?

Menurut Konsili Vatikan II, Gaudium et Spes artikel 43, dijelaskan bahwa kegiatan keduniaan seperti CU adalah tugas kaum awam. Para hirarki seperti uskup dan imam hanya bertugas memberi penyuluhan dan pendampingan rohani. Oleh karena itu, saya selalu mendorong imam di KAMS untuk terlibat mendampingi para anggota CU.

Para imam tidak perlu mengetahui CU secara detail. Mereka hanya perlu mengarahkan anggota-anggota CU agar berada di jalur yang benar. Dibanding imam, peran penting pengurus CU jauh lebih diharapkan.

Sekali lagi, CU bukan milik Gereja atau milik PSE. Gereja hanya sebatas mendukung. Jangan sampai, CU lepas dari pengawasan Gereja. Di KAMS, bahkan pengurus CU-nya sendiri yang meminta agar CU jangan dilepaskan dari Gereja.

Apa harapan Bapak Uskup untuk para pengurus dan anggota CU di KAMS?

Saya berharap agar CU dapat bergerak hingga tingkat komunitas basis. Untuk mencapainya, dibutuhkan kerja sama antara Komisi PSE dengan Komisi Keluarga.

Masalah keluarga, saat ini menjadi keprihatinan Paus Fransiskus. Ia memiliki pandangan sama dengan Yohanes Paulus II, “Jika keluarga baik otomatis Gereja juga akan menjadi baik”. Di Indonesia, pada Natal kemarin, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) juga menyampaikan pesan Natal yang berhubungan dengan keluarga. Kedepan, Komisi PSE dan Keluarga perlu bekerja sama untuk mendampingi CU.

Apa langkah Bapak Uskup untuk pengembangan CU di KAMS ke depan?

Selanjutnya, perlu ada rumusan atau formula untuk menjalankan CU dengan pendampingan dari Komisi PSE dan Keluarga. Jika kerja sama antara dua komisi itu terwujud, saya kira akan tercipta kekuatan besar.

Kerja sama ini, bisa menjadi terobosan baru di KAMS. Gagasan secara singkat sudah saya jelaskan kepada Komisi PSE dan Keluarga. Mereka menyambut antusias rencana tersebut. Beberapa bulan ke depan, kedua komisi akan mengadakan seminar. Mereka akan merumuskan cara pendampingan CU dengan menggabungkan kerja sama antara kedua lembaga tersebut.

Aprianita Ganadi

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini