Bara Api Pun Tak Sanggup Membakar Tubuhnya, Siapakah Dia?

2149
Beata Angelina Marsciano.
[traditioninaction.org]

HIDUPKATOLIK.com – “Saya sangat memuji status perkawinan. Bagi saya perkawinan itu suci dan tak bernoda,” ungkap Beata Angelina suatu kali.

Banyak gadis dari keluarga terkenal menolak menikah. Mereka meninggalkan keluarga masing-masing untuk menjadi biarawati. Hal ini mendatangkan kemarahan besar di hati Raja Napoli. Sebelumnya, raja sudah berniat menikahkan putra mahkota kerajaan dengan seorang wanita bangsawan. Tetapi sebelum tiba waktunya, wanita itu melarikan diri dan menjadi biarawati. Kemarahan ini memuncak ketika sang raja mengetahui, kekisruhan ini karena seorang gadis 22 tahun, Angelina Marsciano.

Sejumlah orang menganggap Angelina sebagai seorang bidaah dan pengacau gadis-gadis bangsawan. Ia dituduh mengutuk status perkawinan Katolik. Untuk alasan ini, ia ditangkap dan dihadapkan pada raja. Ia muncul dihadapan raja dengan membawa seonggok batubara di balik lipatan bajunya. Dia meminta kepada raja, apabila tuduhan itu benar, maka dirinya siap dibakar. Tetapi bila tidak, maka raja harus membiarkannya bersama para gadis-gadis itu.

“Saya sangat memuji status perkawinan. Bagi saya perkawinan itu suci dan tak bernoda.” Pengakuan ini disaksikan para pejabat dan keluarga kerajaan. Selama delapan jam, ia berdiri membawa batubara yang terbakar itu, tetapi tubuhnya tak hangus terbakar. Bahkan tangannya tak melepuh. Ia sehat bugar.

Mukjizat batubara ini membuat dirinya dipuji seluruh warga Napoli. Sejak saat itu, lebih banyak lagi gadis kaya menyatakan diri menjadi pengikutnya. Lewat kerendahan hati dan dukungan banyak pihak, ia mendirikan komunitas ordo ketiga regular Fransiskan.

Menjadi Janda
Angelina seorang putri bangsawan dari Marsciano, sebuah kota dekat Orvieto, Napoli. Dalam autobiografinya tertulis, ia lahir tahun 1374. Angelina yang berarti malaikat kecil, disematkan menjadi namanya, kelak Angelina menjadi biarawati. Sejak kecil, sang ibu sudah mengarahkan Angelina untuk mencintai Ekaristi.

Angelina dikenal saleh. Dalam banyak kesempatan, ia gemar membuat altar kecil. Ia mendekorasi meja layaknya altar yang ada dalam gereja atau kapel. Lantas, ia mengajak gadis-gadis sebayanya untuk berdoa dan bernyanyi di seputar altar itu.

Sayang, harapan ibunya tak berjalan mulus. Memasuki usia 12 tahun, sang ibu meninggal dunia. Duka atas kematian ibunya tak membuat Angelina putus asa. Ia semakin kuat dalam hidup rohani. Ia bahkan berjanji kepada Tuhan dalam doa untuk menjadi biarawati. Namun menjelang usia 15 tahun, sang ayah punya pikiran lain. Demi gengsi keluarga dan penerus keturunan, Angelina dipaksa menikah dengan bangsawan dari Civitella.

Keputusan ini membawa duka yang mendalam bagi Angelina. Cita-citanya mendapat tantangan bahkan dari ayahnya sendiri. “Saya sudah berjanji tidak menikah demi Kristus. Saya tak ingin siapa-siapa kecuali mempelai surgawi,” teriak Angelina.

Sang ayah murka, bahkan mengancam nyawa putrinya seandainya Angelina tidak mau mengikuti kehendaknya. Dalam bayangan sang ayah, pernikahan dengan bangsawan dari Civitella itu akan mampu mengangkat gengsi dan statusnya di kerajaan. “Bila tidak mau menikah, saya akan membunuhmu,” ancam sang ayah.

Namun, Angelina akhirnya taat kepada kehendak sang ayah. Daripada mati di ujung pedang, Angelina lebih memilih menuruti keinginan ayahnya. Beberapa hari sebelum hari pernikahannya, Angelina terus meningkatkan doa, mati raga, dan laku tobat. Ia memohon kepada St Perawan Maria dan St Yosef agar bisa membantunya keluar dari masalah. Dia berniat akan menikah tetapi menjalani hidup dalam keperawanan. “Semoga sang suami bisa mengerti maksud ini,” harapnya dalam hati.

Benar demikian, Allah mendengarkan doanya. Ternyata, suaminya seorang Kristen yang taat. Ia sungguh-sungguh mendukung niat suci istrinya. Mereka membangun hidup berkeluarga dalam kesucian.

Pernikahannya hanya bertahan dua tahun karena sang suami meninggal dunia. Angelina sadar, sepertinya Tuhan menginginkan sesuatu dari dirinya. Ia pun mulai bergabung dengan para gadis bangsawan asal Napoli untuk melakukan karya-karya karitatif. Mereka membantu para tunawisma, orang miskin, dan anak-anak yatim piatu di Napoli. Setahun berselang, Angelina dengan mantap masuk Ordo Ketiga St Fransiskus Asisi.

Keutuhan Perkawinan
Dalam perjumpaan dengan gadis-gadis itu, Angelina selalu mengajak mereka untuk menentukan pilihan. Ia dikenal memiliki karunia khusus menyadarkan para gadis tersebut akan pentingnya keperawanan. Para gadis pun rela meninggalkan keluarga, kekayaan, dan kehidupan mapan, untuk mengikuti jejaknya.

Hal ini mendatangkan iri hati di kalangan kerajaan. Banyak gadis membatalkan pernikahan demi mengikuti Sr Angelina. Mereka menuduhnya bidaah dan pengacau perdamaian di Napoli. Mereka mengutuknya sebagai biarawati yang menolak kehidupan perkawinan.

Untuk alasan ini, Angelina diundang Raja Napoli. Di hadapan raja, Angelina mengatakan bila tuduhan ini terbukti maka ia siap dibakar di atas seonggok batubara yang menyala. Tetapi tuduhan itu salah, raja harus membiarkannya melayani orang kecil. Sampai bara api dalam genggamannya habis, tubuhnya tak terbakar sedikit pun.

Terkejut menyaksikan mukjizat itu, Raja lalu mempersilakan Angelina bebas untuk melayani. Tak beberapa lama, putri Raja pun ikut bersama dalam rombongan gadis-gadis bangsawan itu. Kali ini, raja tak tinggal diam. Ia meminta Angelina agar membujuk putrinya untuk kembali ke kerajaan. Bila tidak, kelompok mereka akan diusir dari Napoli. Sepertinya Tuhan lebih dari segalanya bagi putri raja. Alhasil, komunitas kecil ini pun diusir dari Napoli.

Mereka lalu berziarah ke Assisi, Italia. Di daerah Perugia ini, Sr Angelina mendapat ekstase di mana dirinya diperintahkan untuk pergi ke Foligno dan mendirikan komunitas. Percaya akan mimpi ini, kelompok para gadis muda ini bertolak ke Foligno. Di sana mereka diterima dengan baik. Penduduk setempat memanggil kelompok ini Sorelle fedeli di aiuto, ‘Suster penolong yang setia’. Kehadiran mereka sangat membantu Gereja Foligno, khususnya pendampingan kepada orang miskin dan anak-anak perempuan.

Tahun 1397, Sr Angelina lalu menetapkan komunitas kecil ini menjadi biara. Mereka lalu mengucapkan janji suci hidup menurut Anggaran Dasar Ordo Ketiga St Fransiskus. Takhta Suci menyetujui komunitas para suster ini dan meneguhkan Sr Angelina sebagai Superior pertama meski masih berumur 20 tahun.

Pater Lazaro Iriarte de Aspurz OFMCap dalam bukunya, Franciscan History The Three Orders of St Francis Of Assisi menulis, komunitas-komunitas ini merupakan gejala umum di banyak tempat. Hal ini terjadi di beberapa tempat Eropa ketika itu. Komunitas-komunitas ini bertumbuh kembang, malah ada yang beranggota sampai 3.000 orang. Meski demikian, ordo yang didirikan Sr Angelina berkembang paling dinamis. Komunitas Ordo Ketiga Angelina ini tidak mengatur diri dalam cara hidup dalam biara tertutup. Mereka mengucapkan kaul ketaatan dan berkarya mendidik anak-anak perempuan.

Setelah itu, Sr Angelina mendirikan 16 biara lain yang sejenis di berbagai kota di Italia. Paus Bonifasius IX (1389-1404) mendukungnya. Paus Martinus V (1417-1431) mengangkat dia menjadi minister jenderal pada 1428. Kedudukan ini dipegang Sr Angelina sampai wafat pada 14 Juli 1435. Jazadnya lalu dimakamkan di Gereja St Fransiskus Feligno.

Pada 1825, Paus Leo XII (1823-1829) mengukuhkan devosi kepada orang kudus ini. Beata Angelina dari Marsciano kadang dipanggil Beata Angelina dari Corbara. Proses beatifikasinya dibuka oleh Keuskupan Agung Perugia-Città della Pieve dalam kerjasama dengan para suster pengikutnya. Ia dibeatifikasi pada 8 Maret 1825 oleh Paus Leo XII (1760-1829).

Yusti H. Wuarmanuk

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini