Rencana Tuhan Untuk Romo Yohanes

5963
Romo Yohanes bersama para suster Putri Karmel.
[NN/Dok. Putri Karmel]

HIDUPKATOLIK.com – Apa yang direncanakan manusia terkadang berbanding terbalik dengan apa yang direncanakan Tuhan untuk manusia. Hal ini juga berlaku bagi Romo Yohanes Indrakusuma CSE.

Mendirikan sebuah komunitas religius tak pernah terlintas dalam benak Romo Yohanes Indrakusuma CSE. Termasuk saat memutuskan untuk menjadi seorang imam. Namun, dalam perjalanan batinnya, rencana Tuhan berjalan dalam pergulatan iman yang memperhatikan kebutuhan iman orang lain. Sekurangnya sejak 1982 hingga sekarang, melalui Romo Yohanes sudah ada beberapa komunitas religius dan kelompok awam yang terbentuk; Kongregasi Putri Karmel (PKarm), Kongregasi Carmelitae Sancti Eliae (CSE), dan Komunitas Tritunggal Mahakudus.

Putri Karmel
Inspirasi lahirnya Putri Karmel datang dari Romo Djajus OCarm. Saat itu, ia kerap mengunjungi Romo Yohanes di Ngroto, Batu, Malang, Jawa Timur. Romo Djajus berkarya sebagai Pastor Paroki St Maria Tak Bernoda Lawang, Jawa Timur. Ia juga salah seorang pendukung gagasan pertapaan Romo Yohanes. Dalam kunjungannya, ia kerap berdiskusi berbagai hal, termasuk soal pilihan cara hidup Romo Yohanes.

Dalam suatu kesempatan, Romo Djajus mengutarakan pendapat soal pilihan cara hidup. Kala itu, ia mengatakan, sebenarnya amat baik jika cara hidup yang dijalani Romo Yohanes juga dilakukan untuk para suster. Namun, Romo Yohanes saat itu tidak menanggapi serius. Romo Yohanes hanya ingin hidup sendiri dalam kesunyian.

“Namun, Tuhan memiliki jalan yang ajaib. Jalan-Ku bukan jalanmu dan pikiran-Ku bukan pikiranmu. Sekarang saya bersyukur dan memiliki keyakinan bahwa saya hanyalah alat kecil ditangan-Mu yang kau pakai untuk semua,” ungkap Romo Yohanes.

Sesudah beberapa waktu menetap di Ngadireso, Malang, Jawa Timur, datanglah beberapa perempuan yang memiliki minat dengan cara hidup Romo Yohanes. Mereka mendesak untuk turut terlibat dan menjalankan cara hidup ini. Maka, sesudah peristiwa itu, terbersit pemikiran yang serius untuk memulai suatu komunitas religius bagi perempuan. Pemikiran itu terus di sampaikan kepada Provinsial Karmelit kala itu, Romo J.C.D. Poeswardojo OCarm.

Pada 19 Maret 1982, tiga perempuan diterima sebagai anggota Putri Karmel dalam sebuah perayaan Ekaristi. Tanggal ini pun menjadi tonggak pendirian Kongregasi Putri Karmel. Mereka menempati sebuah rumah di Desa Sidomulyo, Batu, Malang. Pada Juni tahun yang sama, mereka pindah ke Ngadireso.

Beberapa waktu kemudian, mereka pindah dengan dua anggota baru. Jumlah mereka pun menjadi lima anggota. Tak lama berselang, satu anggota meninggalkan komunitas ini. Pengalaman kehilangan ini justru menjadi berkah, karena setelah itu anggota komunitas Putri Karmel malah terus bertambah. Saat ini, para suster Putri Karmel melayani di lima Keuskupan; Keuskupan Malang, Keuskupan Bogor, Keuskupan Agung Medan, Keuskupan Ruteng, dan Keuskupan Agung Pontianak.

CSE
Ngadireso bukan hanya menjadi tempat lahirnya pelayanan para suster Putri Karmel. Ia juga menjadi tempat kelahiran Kongregasi Carmelitae Sancti Eliae (CSE). Pada 1985, datanglah tiga orang pemuda yang tertarik dengan cara hidup para suster Putri Karmel. Ketiganya ingin bergabung dengan pertapaan Karmel. Mereka pun diminta menjalani satu tahun masa discerment untuk mengetahui kehendak Tuhan bagi kelompok itu. Pada 20 Juli 1986, saat perayaan hari raya Nabi Elia, lahirlah CSE dengan tiga anggota pertama.

Meskipun banyak tantangan yang berdatangan silih berganti, jumlah mereka terus bertambah, meskipun tidak cepat. Awalnya, mereka menempati bagian yang dahulu menjadi “padang gurun” yang sekarang dipakai sebagai novisiat para suster Putri Karmel.

Pada 1988, jumlah mereka mencapai 12 orang. Dalam tahun itu, karena kesukaran dan hambatan yang dialami, mereka terpaksa pindah ke Cikanyere, Cipanas, Jawa Barat. “Ini pun merupakan salah satu penyelenggaraan Allah yang mengagumkan. Saat ini, CSE telah berkembang dengan mantap dan karenanya memberikan sebuah harapan besar untuk masa depan,” ujar Romo Yohanes. Kini, mereka berkarya di empat Keuskupan; Keuskupan Bogor, Keuskupan Malang, Keuskupan Agung Medan, dan Keuskupan Agung Pontianak.

KTM
Romo Yohanes mengatakan, awalnya ia tidak pernah memiliki pemikiran mendirikan komunitas religius. “Lagi-lagi, Tuhan mengilhami saya untuk mendirikan Komunitas Tritunggal Mahakudus (KTM),” ujarnya.

Setelah beberapa tahun terlibat dalam pembaruan karismatik, Romo Yohanes melihat, perlunya komitmen tertentu. Bagi Romo Yohanes, hanya dengan cara itu mereka dapat memperoleh pembinaan yang memadai. Maka, dalam sebuah retret pada 9-11 Januari 1987 di Ngadireso, didirikanlah sebuah komunitas awam dengan semangat yang sama dengan Putri Karmel dan CSE. Ketika itu, umat yang terlibat kebanyakan dari Keuskupan Malang dan Keuskupan Surabaya. Komunitas ini kemudian diberi nama Komunitas Tritunggal Mahakudus (KTM) pada 11 Januari 1987.

KTM bertujuan untuk membentuk anggota agar menjadi garam dan ragi di tempat mereka masing-masing. Pada permulaan, Romo Yohanes memberi pengajaran dalam rekaman bentuk kaset yang dikirimkan pada masing-masing sel. “Cara ini dipakai karena saat itu peserta masih belum banyak jumlahnya.”

Romo Yohanes mengungkapkan, KTM dibentuk atas suatu keprihatinan yang muncul dalam pembaruan karismatik. Di sini ditemukan suatu potensi yang amat besar, tetapi dibutuhkan suatu pelengkap. Kala itu, ia menyadari bahwa dalam persekutuan doa itu, tidak memungkinkan suatu model pembinaan yang mantap. Saat itu juga, Romo Yohanes melihat kebutuhan akan kader-kader awam. “Karena itu dibentuklah KTM dengan harapan agar terbentuklah suatu barisan kader awam yang handal. Katolik 100 persen dan Karismatik 100 persen, yang dengan setia dan mampu menjadi garam serta ragi di tempat hidup mereka masing-masing.”

Mulanya, KTM hanya ada di Jawa Timur, terutama di Malang dan Surabaya. Namun, dalam waktu yang relatif singkat, KTM melebar ke kota-kota lain di seluruh Indonesia. Saat ini, hampir di setiap Keuskupan terdapat KTM. Bahkan mereka juga telah menyebar ke mancanegara, seperti Singapura, Malaysia, Amerika, Kanada, dan beberapa negara di Eropa.

Christophorus Marimin

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini