Bergerak Mengelola Ekonomi Rakyat

158
Pengurus Komisi dari berbagai Keuskupan dalam Konfernas PSE KWI XXIV.
[Dok. Dokpen KWI]

HIDUPKATOLIK.com – Melindungi dan mengelola ekonomi masyarakat tak cukup sekadar prihatin, butuh gerakan riil.

AKAR krisis pangan dan ekologis terjadi akibat kesalahan manusia. Mereka menguasai bumi, tapi tidak menjaga dan merawat sumber daya alam. Akibatnya, terjadi penghancuran dan pemiskinan masyarakat. Ironis, pemerintah yang seharusnya melindungi masyarakat, justru membiarkan dan berselingkuh dengan pengusaha, yang merampas hak-hak ekonomi masyarakat.

Keprihatinan itu diutarakan Ketua Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi Konferensi Waligereja Indonesia (PSEKWI), Mgr Yohanes Philipus Saklil. “Kehancuran ini tak hanya
menimpa masyarakat, tapi juga sumber-sumber hak hidup. Paling dirugikan adalah masyarakat lokal yang terdampak dan kehilangan sumber daya hidup,” tandas Mgr Saklil dalam Konferensi Nasional XXIV PSE-KWI di Jakarta, Senin-Jumat, 11-15/9.

Pemberlakuan Undangundang Desa sejak 2014, menurut Direktur Eksekutif Perkumpulan Prakarsa, Ah Maftuchan, telah menjadikan desa sebagai subyek sekaligus obyek pembangunan dan pemberdayaan. Demi mempercepat misi itu, tambahnya, pemerintah memberikan alokasi dana dan pendamping desa.

Maftuchan pun tak menampik, meski sudah ada peluang dana dan pendamping desa, muncul penyakit klasik yang diotaki perangkat desa. Dana untuk desa justru ditilep secara berjemaah. “Kejadian di Pamekasan, kepala desa beserta perangkatnya tertangkap tangan KPK, hanyalah pucuk dari fenomena gunung es,” ujarnya.

Tak semua desa atau wilayah terjadi anomali. Di Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta, misalkan, implementasi UU Desa memberi faedah bagi warga. Bupati Kulon Progo, Hasto Wardoyo mengatakan, semua dimulai dari perencanaan alternatif lewat pemberdayaan masyarakat. “Pemberdayaan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, serta kemampuan mereka,” terang Hasto seperti dilansir situs resmi Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI.

Ada tiga unsur mengembangkan gerakan sosial menurut Ketua KWI, Mgr Ignatius Suharyo. Pertama, afektif. Kehendak Allah ada dalam segala peristiwa. Kita perlu mencari terus-menerus kehendak Tuhan, dan tidak tinggal di zona nyaman karena kehendak Tuhan ada dalam peristiwa. Kedua, intelektualitas; menambah ilmu untuk membaca realitas. Ketiga,
gerakan, tindakan riil agar lingkungan hidup semakin manusiawi.

Pengurus PSE Keuskupan Malang, Yongki menambahkan, “Melindungi dan mengelola merupakan kata kerja. Sehingga kita mesti sampai kepada yang bisa dilakukan, bukan sekadar keprihatinan, tetapi sampai pada program nyata untuk bergerak bersama.”

Yanuari Marwanto

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini